Page 246 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 246
bupati. Akan dinilai pemenang satu, dua, dan tiga. Desa yang
menang akan mendapat piala dan sejumlah uang. Semua pihak
ingin mengisi lemari sekolah dengan sebanyak mungkin piala.
Maka, anakanak calon pemain teater itu berkumpul dengan
penuh semangat.
Di antara mereka tampak dua yang paling rupawan. Pen
duduk desa kebanyakan berwajah gempal berhidung rata,
seperti manusia purba yang menetap di goagoa di perbukitan
ini ratus ribu tahun silam. Seperti patung yang kita kenal
sebagai Gajah Mada. Tipe wajah demikian masih dapat kau
jumpai di pedalaman selatan pulau Jawa. Inilah wajah yang di
anggap milik orang jelata. Wajah gunung kidul. Tapi, dua anak
nan istimewa itu menjadi rupawan karena memenuhi selera
estetika baru, estetika percampuran. Rupa yang dianggap milik
keturunan raja. Sebab rajalah yang bisa membuahi wanita
wanita tercantik dari Tanah Jawa maupun negeri Champa. Raja
mendapat upeti gadisgadis molek mancanegara. Dari sanalah
penghalusan pada bentuk gempal bermula.
Dua anak ini memiliki tulang hidung yang ramping, tulang
alis yang tidak terlalu menonjol, tulang dahi yang tegak,
tulang pelipis dan rahang yang bersudut baik, yaitu sekitar
seratus empatpuluh derajat. Dua anak itu adalah Jati, yang
duduk di kelas enam. Dan Kupu, yang di kelas tiga. Mereka
tampak seperti kakak adik. Terutama jika diletakkan di antara
barisan anakanak manusia wajak. Mereka memiliki raut satria
pewayangan, sementara di barisan itu bermunculan wajah
wajah punakawan selain wajahwajah gajahmada. Jati tentu
saja jauh lebih menjulang dibanding Kupu, karena ia tiga tahun
lebih tua.
Guru pembimbing telah menentukan lakon yang akan
dipentaskan. Yaitu “Penyerangan Benteng VOC di Batavia
oleh Sultan Agung Mataram.” Terbayang di mata anakanak,
23