Page 259 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 259
juga berkepala Petruk. Ia menendang meja dan menghardik
anak buahnya. Kartu dan kepeng taruhan berhamburan. Botol
bir bergelimpangan.
“Hotverdomseh! Kalian semua sudah pada malasmalas
seperti itu orang pribumi, ya! Dasar, kalian sudah mulai ber
mental tempe, ya!” Kapiten Mur memerintahkan prajuritnya
untuk bersiaga, sebab pasukan Mataram sudah menjelang.
Tetapi para anak buah itu telah tak bisa berdiri tegak lantaran
terlalu mabuk. Sebagian bersendawa hik hik.
Penonton tertawa melihat tingkah para serdadu Belanda
yang berusaha siaga dalam keadaan teler. Ada yang bersorak,
“Hihi! Kafir! Kafir!”
Ketika pasukan kumpeni itu akhirnya berbaris rapi, ter
dengar bunyi meriam. Lalu di cakrawala panggung tampak
beberapa anak menari sambil memanggul kapalkapalan yang
layarnya berkibarkibar, merah dan putih. Suara meriam lagi.
Pasukan Sultan telah tiba. Prajurit Belanda kalang kabut.
Adegan perang selama beberapa saat. Tingkah para serda
du Belanda membuat penonton terguncangguncang.
“Maju terus untuk perang sabil!” terdengar Sultan Agung
Mataram berseru sambil melintas di depan panggung.
“Merdeka atau matiiii!” teriak seorang pejuang dengan
bambu runcing.
Digambarkan, Kapiten Mur Jangkung memanggil anak
buahnya untuk merapat. “Hotverdomseh! Persenjataan telah
menipis! Kita memerlukan strategi baru untuk melawan itu
ekstrimisekstrimis!” katanya. “Saya punya ide. Kita tembaki
itu pasukan Mataram dengan segala najis. Taik, kencing, dan
darah celeng!”
“Ya, ya! Mari kita pipis ramerame. Sudah dari tadi saya
menahan pipis!”
Penonton tertawa.
Demikianlah, seperti diriwayatkan oleh pujangga Jawa
2