Page 263 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 263

Bu  Kepala  Sekolah  menyilakan  Pak  Pontiman  berbicara.
                 Bocah­bocah tegang.
                     “Anak­anak,” sambut Pak Pontiman, “Sekolah kita… ter­
                 masuk  dalam  sepuluh  besar!  Terima  kasih  atas  prestasi  ka­
                 lian!”
                     Murid­murid  bersorak.  Jati  dan  pasukannya  saling  me­
                 moles kepala. Kupu tampak kikuk. Semula ia yakin bahwa grup
                 teater  mereka  akan  dihukum  karena  melakukan  yang  tidak
                 senonoh.  Terlalu  berkutat  dalam  sudut  pandangnya  sendiri,
                 katak  dalam  tempurung  ia,  tak  sadar  bahwa  tak  satupun
                 penonton tahu atau peduli bahwa ada tinja asli yang terlibat
                 dalam drama.
                     Pak Pontiman mengepalkan tangan ke atas sambil bertegas
                 bahwa sekolah mereka harus menang. Mereka masih memiliki
                 satu pekan untuk berlatih lagi. “Nah, ini ada beberapa evaluasi
                 dan pesan dari koneksi saya di kabupaten.”
                     Pak Pontiman minta adegan menyembelih celengan diha­
                 pus saja. Khawatir mengandung unsur SARA, katanya. Anak­
                 anak  kelas  enam  cekikikan.  Apa  urusannya  celengan  dengan
                 unsur Suku Agama Ras dan Antar­golongan. Barangkali, mak­
                 sudnya unsur CARA: Celeng Agama Ras dan Antar­golongan—
                 bisik  Jati.  Pak  Pontiman  yang  sayup­sayup  mendengar  cele­
                 tukan itu mencari alasan, “Sudah! Lagipula celengannya juga
                 terlalu  kecil.  Tidak  meyakinkan.”  Ia  melanjutkan  beberapa
                 kritik kecil lagi.
                     “Nah, sekarang ada yang hal yang lebih penting. Ibu Bupati
                 akan ikut menjadi yuri.”
                     Pak  Pontiman  selalu  menyebut  “yuri”  untuk  “juri”.  Jika
                 Nyonya Bupati menjadi salah satu dewan “yuri”, itu sama saja
                 tak  ada  “yuri­yuri”  yang  lain.  Celakanya,  dan  mereka  semua
                 baru  menyadarinya  ketika  itu,  tak  ada  pemeran  perempuan
                 dalam drama kemarin. Tak ada tokoh perempuan dalam lakon




                                                                        2 3
   258   259   260   261   262   263   264   265   266   267   268