Page 267 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 267

kawula gusti, yang sesungguhnya merupakan perjalanan ma­
                 nusia ke dalam dirinya sendiri.
                     Meskipun  Bima  adalah  sosok  dalam  kisah  Hindu  Maha­
                 barata, serat Dewaruci adalah kisah mistik Jawa yang intinya
                 kemungkinan besar berasal dari masa pra­Hindu. Suluk Dewa­
                 ruci yang kita kenal sekarang ini telah meleburkan mistik Jawa
                 purba,  Hindu,  dan  Islam,  bagaikan  serat­serat  spektrum  ca­
                 haya bersatu ke dalam terang putih. Kejawaannya muncul pada
                 pencerahan  gaib  yang  terdapat  dalam  samudra.  Pencerahan
                 gaib  itu  tidak  terjadi  di  atas—bukan  di  gunung  ataupun  di
                 langit ke tujuh, melainkan di dalam—di kedalaman laut. Tidak
                 di luar diri, melainkan di dalam diri. Laut adalah wahananya.
                 Kehinduannya  muncul  dalam  kasunyatan,  keadaan  sunyi
                 dan suwung, ketika Bima masuk ke tubuh Dewaruci. Shunya
                 adalah  kata  Sanskerta  yang  berarti  kehampaan,  ketiadaan.
                 Dalam kasunyatan ini, Bima memperoleh pencerahan, yang di­
                 terangkan sebagai hakikat dan ma’rifat. Keislamannya muncul
                 dalam penjelasan mengenai tasawuf, yaitu konsep mistik dalam
                 Islam.
                     Demikian  pula,  seperti  Bima  masuk  ke  dalam  samudra
                 bersatu  dengan  Dewaruci,  Panembahan  Senapati  masuk  ke
                 dalam  Segara  Kidul  dan  bersatu  dengan  Sang  Ratu.  Ini  di­
                 gambarkan  dalam  serat  Kisah  Senapati  Bertemu  Nyi  Rara
                 Kidul. Namun, ada kemasygulan yang tampak dalam kisah ini.
                 Agaknya, penyembahan kepada kekuatan laut Selatan dianggap
                 bertentangan  dengan  ajaran  Islam.  Ini  menyebabkan  peng­
                 gambaran tentang Nyi Rara Kidul dalam serat ini pun menjadi
                 terlalu banal.
                     Demikian  pula,  mulai  ada  kebimbangan  mengenai  ke­
                 dudukan  Sang  Ratu.  Pada  bagian  permulaan  Babad,  yaitu
                 ketika  raja­raja  belum  menganut  agama  Nabi,  Sang  Ratu
                 digambarkan sebagai pertapa di gunung penuh cemara. Ialah
                 pertapa yang mendapat kekuasaan untuk menjadi perempuan


                                                                        2
   262   263   264   265   266   267   268   269   270   271   272