Page 395 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 395
senantiasa kritis pada asal dan tujuan hidup. Karena itu ia
menundanya dan memusatkan cipta dan karsanya pada bumi
ini. Alam, yang melahirkan manusia dan menerima manusia
kembali dalam debu dan airnya. Spiritualitas ini lebih tertarik
pada bumi daripada langit. Lebih wigati pada dunia ketimbang
akhirat.
Animisme dan dinamisme nenekmoyang menyembah
alam karena keterpukauan dan kegentaran. Animisme dan
dinamisme nenekmoyang memelihara alam raya, tetapi dasar
nya kini menjadi lemah.
Sebab, manusia telah menjadi begitu perkasa. Rasionalitas
dan modernitas telah membebaskan manusia dari takhayul dan
ketakutan. Teknologi telah membuktikan manusia mengalah
kan alam raya. Hanya satu yang belum dikalahkan manusia,
yaitu kematian.
Tapi kematian pun sudah tak menakutkan lagi bagi seba
gian orang yang kuat. Mereka sungguh tak takut menjadi
tiada. Mereka tak takut bahwa di balik kematian itu tak ada
apaapa dan mereka akan punah. Orangorang yang kuat
ini tak menginginkan keabadian. Inilah orangorang yang
tidak memiliki ketakutan. Bagaimana segala tuhan dan segala
dewa bisa mengalahkan orangorang demikian? Orangorang
demikian belum tentu congkak—seperti yang kerap dituduhkan
agamaagama. Mereka hanya jujur dan tak takut. Itu saja.
Pola hubungan lama, pada suatu titik, tak bisa diteruskan
lagi. Harus dibuat pola baru. Kontrak lama, yang berdasarkan
ketakutan, tak bisa diandalkan lagi. Harus ada perjanjian baru.
Sebab manusia telah mengalahkan alam. Ia tak bisa lagi
takut pada alam. Tapi ia masih bisa mencintai alam. Itulah
kontrak yang baru.
Demikianlah. Aliran kepercayaan baru ini—Kejawan
Anyar, Jiwa Jawi, NeoJavanism, apapun namanya—menyem
bah alam bukan karena takut, tetapi karena hormat. Bukan
3