Page 393 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 393
Dia memang sedang membikin agama baru, bukan? Aga
ma pemanjatan suci yang sedang kami uji cobakan saat ini.
“Bukan, bukan itu. Tapi aliran kepercayaan baru!”
Nah, ini baru bagi saya. Tentu agak sulit jadi muridnya.
Memperkenalkan pemanjatan bersih saja tak mudah. Apa pula
aliran baru ini. Jika kami berhasil memanjat hingga setengah
tinggi bukit, yaitu di klitoris Farji Agung Watugunung ini,
barulah aku merasa bisa meyakinkan gerombolanku bahwa
sacred climbing bukan cuma khayalan. Jalur sampai ke tudung
utama tebing ini adalah medan yang paling sulit. Sisi di atasnya
tak akan terlalu susah. Dan, di atas tudung batu itu terdapat
liangliang udara. Salah satunya, yang paling besar, adalah dia
yang selalu menghembuskan lolongan fu.
“Agama lama yang diperbarui! Untuk melestarikan alam
raya!”
“Siaaap! Agama lama yang dibaruiii, untuk melestarikan
alam rayaaa!”
Parang Jati bagai mendapat tenaga gaib sehingga ia me
manjat seperti kerasukan seraya mencurahkan isi kepalanya.
Agama barunya adalah agama yang menyembah pohon.
Slogannya: kembali menyembah pohon! Bukan cuma pohon,
tetapi juga gunung, tebing, goa, mataair, sungai, danau, dan
samudra. Aliran ini akan memperjuangkan kelestarian alam
dan merevitalisasi budaya lokal yang menjelang punah. Buda
ya lokal perlu dihidupkan kembali, ditelanjangi dari zirah
feodalistisnya, sehingga mereka kembali sederhana, memuja
alam, dan dengan demikian merawat alam.
Ia akan menamai aliran kepercayaan baru ini Kejawan.
Tepatnya Kejawan Anyar. Barangkali lebih baik Kejawan Baru,
atau NeoKejawan, atau bahkan Jiwa Jawi, ia masih ragu.
Tapi bukan Kejawen. Sebab Kejawen sudah terlalu melekat
pada aliran kebatinan orang Jawa yang telah dikenal dan
dikuasai orangorang tua. Lagi pula kata Kejawen dibentuk
3 3