Page 397 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 397
memasang beberapa lapis pengaman. Tapi, sebab tak satu pun
dipatenkan dengan bor, risiko itu tetap ada. Jangan sampai
jatuh, Jati. Aku tak tahu apakah pengaman kita mampu.
Tanganku lembab oleh titiktitik keringat. Semakin basah
telapakku menyaksikan pasanganku pelanpelan menyisipkan
jemarinya pada celah sempit itu. Ia memasukkan tiga jarinya
ke dalam retakan dan menegangkannya. Dengan tiga sisanya ia
menahan keseimbangan melalui sentuhan tipis pada dinding.
Kakinya yang satu menjejak, yang lain menggantung. Latihan
dalam sirkus Saduki Klan membuat tubuhnya begitu lentur dan
jemarinya begitu kuat.
Ia berhasil melintasi atap. Kini bagian gawat berikutnya.
Ia harus melampaui tudung dan bergerak naik menuju teras
di atas kami. Teras di mana ada lubang angin yang menghem
buskan nyanyian ruh anjing purba. Jika ia jatuh sekarang,
pengaman sisip yang dipasangnya pada celah pasti akan lepas.
Dalam sedetik beban akan beralih seluruhnya padaku. Dan
barangkali ia telah terbentur dinding di bawah sana ketika
pengaman yang lain gagal satu per satu. Tangan dan kakiku
telah berair.
Tubuh atasnya hilang dari pandangan. Tinggal kedua
kakinya yang sebelah menjejak sebelah bergantung. Kini se
muanya lenyap ke atas, di balik tonjolan batu garang ini. Sesaat
kemudian ia berteriak, “Hooii! Aman!”
Tubuhku yang tadi tegang kini mengendur lega.
Giliranku telah nyaris tanpa risiko. Jika pun aku jatuh, ia
telah memasang pengaman maha emas di lubang angin yang
ada beberapa di sana. Dan aku memang terjatuh persis se
belum melewati siku batu. Aku bergelantung seratus meter di
atas tanah. Kakiku basah dan dingin. Setelah pikiranku stabil,
kulihat kepala Parang Jati muncul dari balik teras. Ia telah
membereskan tambatan di atas sana dan memberi tanda bahwa
aku boleh pelanpelan ber“jumaring”an—istilah yang dibuat
3