Page 396 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 396
karena menghiba, tapi karena mensyukuri. Bukan terutama
karena meminta, tapi lebih karena berterima kasih. Karena
jika kita merawat yang diberi alam, maka niscaya kita tak ber
kekurangan. Para penghayatnya adalah mereka yang bersikap
satria dan wigati.
“Ibadahnya kayak apa?” aku bertanya sambil terengah
engah mengikuti jejaknya. Giliran ia menjadi penambat bagiku
dari sebelah atas sekarang.
Sambil tak lupa menarik ulur tali, ia menyahut. “Namanya
juga aliran kepercayaan. Ibadahnya sesuai dengan agama
masingmasing aja. Kepercayaan kan tidak membatasi agama
formal. Itulah hebatnya kepercayaan. Way of Life. Philosophy
of life. Gak melarang kita berlangganan agamaagama lain.
Dan, buat yang tidak beragama, kita meditasi, menceritakan
kembali dongengdongeng, membikin musik yang harmoni
dengan alam, memasang sesajen yang cantik, alamiah, seder
hana, kreatif… Hey! Barangkali Marja sebagai anak desain bisa
bantu merancang sesajen dari daundaun gugur atau ranting
ranting mati?”
Kemudiannya adalah bagian yang tersulit. Kami berada
persis di bawah overhang yang menjorok lima meter. Inilah
kulup kelentit Garba Agung. Di atasnya ada sebuah teras. Pada
dindingnya ada sebuah liang tempat Sebulku bersemayam.
Aku berdebardebar. Hanya ada satu jalur retakan yang mung
kin dijadikan tempat bertaut. Tapi celah itu tampak begitu
tipis untuk bisa disusupi jarijari. Kami beristirahat sejenak
sambil makan balok energi dan minum sedikit untuk mengisi
kembali tenaga yang telah kelipkelip. Kami menyusun strategi.
Parang Jati—waktu telah membuktikan bahwa ia lebih unggul
dari aku—akan memimpin. Ia akan menempuhnya lebih dulu.
Diharapkan ia jangan sampai jatuh. Sebab, jika ia jatuh,
beban pada pengaman terdekat akan amat berat. Kami telah
3