Page 493 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 493

Meski dari segi ilmu paling tidak berpengalaman, Parang
                 Jati adalah yang bertubuh paling kuat. Segala pekerjaan fisik
                 akan  jatuh  padanya  dan  akan  diterimanya  dengan  sukacita.
                 Sejak  menjadi  pemanjat,  otot­ototnya  semakin  gatal  untuk
                 diadu  dan  diuji.  Mulailah  ia  mencari  bidang  yang  paling
                 mungkin untuk ditembus. Bidang itu mesti tidak meruntuhkan
                 tumpukan bongkah sekitarnya jika dicungkil.
                     Di sebuah sudut ia mendapati secercah jalan tikus. Dekat
                 dinding goa ada sebuah liang yang pastilah bisa disusupi oleh
                 seorang petualang potholing–pelaku olah raga gila menelusur
                 liang­liang kecil goa dan bukit batu. Mereka bertubuh plastis.
                 Tak banyak jumlahnya di dunia, dan rasanya tak ada satu pun di
                 negeri ini. Banyak di antara petualang sinting ini mati bumpat,
                 tak bisa masuk dan tak bisa keluar lagi. Sehingga, konon untuk
                 mengeluarkannya tubuhnya harus dipotong­potong dulu. Pa­
                 rang Jati tidak tertarik olah raga ini, yang menurut dia lebih
                 mirip  kegilaan  akan  rasa  berhimpit  dengan  kematian.  Atau
                 barangkali  kerinduan  akut  akan  memori  purba  untuk  meng­
                 alami  kembali  jalur  sempit  gelap  seperti  yang  dilewati  bayi
                 sebelum lahir ke dunia. Tapi kali ini tujuannya bukan kepada
                 kehidupan,  melainkan  kepada  kematian.  Kecanduan  sema­
                 cam itu rasanya hanya dimiliki oleh orang­orang yang indra­
                 indranya telah kebas. Ia masih memiliki kepekaan.
                     Dengan  kepekaannya  ia  mengamati  liang  itu,  dan  mera­
                 sakan sesuatu. Hawa, yang berbicara kepadanya. Seperti hawa
                 roh. Menyembur dari dalam seperti roh­roh yang melesat lepas
                 ketika  kotak  Pandora  dibuka.  Ia  mundur  terjengat  sejenak,
                 sebelum memusatkan pikiran dan melongok kembali ke dalam
                 liang. Gelap. Tapi ia belum menyorotkan senter di kepalanya.
                 Seolah ia ingin mengetahui bukan dengan mata kasat melain­
                 kan mata ketiganya, yaitu yang terletak sedikit di atas antara
                 alis.


                                                                          3
   488   489   490   491   492   493   494   495   496   497   498