Page 60 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 60

“Lihat,” katanya. “Dari sini Watugunung­mu tampak me­
               nyerupai vagina raksasa.”
                   Aku merasa ia memainkan kekalahanku. Pertama, dengan
               menyebut “Watugunung­mu”. Kami memang selalu mengang­
               gap tebing yang kami panjat sebagai milik kami. Sindirannya
               menegaskan  belaka  bahwa  tak  ada  yang  benar  milik  kami.
               Kedua—dan ini yang lebih menyakitkan karena memang jitu—
               dengan menunjukkan bahwa gunung batu itu lebih merupakan
               lambang farji daripada falus. Buat kami ketika itu memanjat
               adalah membuktikan diri sebagai lelaki sejati. Tebing bagi kami
               adalah  tonggak.  Dan  tonggak  adalah  lingga.  Tapi,  brengsek,
               kini ia menunjukkan bahwa tebing kami adalah garba.
                   Ia  membawaku  ke  sebuah  dinding  bukit  yang  terbentuk
               dari retakan. Dinding yang menampakkan lapis­lapis formasi
               endapan.  Ia  menunjukkan,  atau  barangkali  menipu,  tentang
               selapis debu tipis yang disebutnya berasal dari abu “Eksplosi
               Sangkuriang”,  yaitu  letusan  gunung  yang  menyebabkan  ter­
               bentuknya Tangkuban Perahu 200 sampai 160 ribu tahun yang
               lalu, 360 km dari sini.
                   “Sangkuriang,  juga  Watugunung,  sama­sama  bercerita
               tentang inses antara anak lelaki dan ibundanya. Seperti Oedi­
               pus.” Ia mengedipkan sebelah mata. “Kisah tentang kerinduan
               lelaki untuk masuk kembali ke garba ibunda.”
                   Takjub aku pada apa yang kulihat dan yang dia katakan.
               Tak bisa lebih benar lagi, gunung batu hitam itu adalah candi
               alam  vagina  raksasa.  Aku  menyadari  bahwa  mulutku  telah
               menganga beberapa lama, manakala kucoba menyusun ulang
               koordinat  yang  kukenal  ke  dalam  peta  yang  baru.  Hidung  si
               Batu Bernyanyi adalah klitoris sang Garba Ageng. Ceruk mata­
               nya  adalah  alur  cekung  di  antara  kelentit  dan  labia  mayora.
               Dalam  peta  kami  semula  bibir  besar  itu  dikenal  sebagai  pipi
               gorila  sang  Batu  Bernyanyi.  Ada  retakan  yang  tak  terlalu
               simetris namun membelah nyaris di tengah bidang, membuat
               celah di dasar bukit seperti groto kecil. Parang Jati menikmati


              0
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65