Page 173 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 173

gadis delapan tahun, tapi usahanya selalu tampak sia-sia. Surat-surat itu
              selalu berakhir di tempat sampah dalam keadaan tercabik-cabik. Tapi
              ia selalu bersemangat untuk mengulangnya kem bali, dan memper oleh
              kegagalan yang sama. Ia telah mencoba membuat surat cinta yang ke-
              kanak-kanakan, namun ia membuangnya karena tak terlihat satu upaya
              serius mengungkapkan rasa cintanya. Ia juga mencoba menumpahkan
              seluruh isi hatinya, tapi kemudian bertanya-tanya apakah gadis sekecil
              itu mengerti apa yang ditulisnya. Namun akhirnya ia berhasil menulis
              sebuah surat, bukan karena ia sungguh-sungguh berhasil sebenarnya,
              tapi karena ia putus asa.
                 Waktu itu Kliwon telah menyelesaikan sekolahnya, dua tahun lebih
              cepat dari teman-teman sebayanya. Sementara semua orang berangkat
              sekolah atau pergi ke tempat kerja, ia menemukan hiburan atas per-
              buruan cintanya. Setiap pagi, ia menyelinap dari rumah dan berjalan
              kaki menuju rumah Dewi Ayu, tapi tak pernah menginjakkan kakinya
              di halaman. Ia menunggu sampai Alamanda, dengan seragam serta tas
              sekolah, muncul bersama adiknya, Adinda. Ia akan berjalan mengham-
              piri mereka, dan menawarkan diri untuk berjalan bersama keduanya,
              mengantarkan sampai sekolah.
                 ”Silakan,” kata Alamanda. ”Aku tak akan tanggung jawab jika kau
              capek.”
                 Ia melakukannya setiap pagi. Di saat jam istirahat sekolah, ia berdiri
              di bawah pohon sawo di depan kelas, hanya untuk melihatnya bermain-
              main dengan teman-temannya. Ketika waktu pulang tiba, ia telah
              menunggunya di gerbang, dan menemaninya kembali pulang ke rumah.
              Jika anak itu ada di dalam kelas, atau telah kembali ke rumah, Kliwon
              menampakkan kemurungannya lagi. Tubuhnya tiba-tiba menyusut, dan
              ia lebih sering jalan kehilangan arah.
                 ”Apakah kau tak punya kerjaan lain selain berjalan mengiringi
              kami?” tanya Alamanda suatu hari.
                 ”Itu karena kau belum mengenal arti jatuh cinta,” jawabnya.
                 ”Penjual mainan mengikuti anak-anak ke mana pun ia pergi,” kata
              Alamanda, ”aku baru tahu jika itu namanya jatuh cinta.”
                 Gadis itu telah sungguh-sungguh menjadi teror baginya, jauh lebih
              membuatnya menggigil daripada seandainya ia bertemu setan dede-

                                           166





        Cantik.indd   166                                                  1/19/12   2:33 PM
   168   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178