Page 178 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 178

”Aku ingin mati tanpa punya apa-apa,” kata Kamerad Salim dan me-
                 lanjutkan, ”Aku khawatir mereka menembakku sebelum aku ba ngun.”
                    ”Kalau begitu jangan tidur,” kata Kliwon, ”setelah mati kau bisa
                 tidur lama. Selama-lamanya.”
                    Itu benar. Maka ia berusaha membuat matanya selalu terbuka,
                 meskipun Kliwon tahu lelaki itu pasti sangat lelah. Untuk mem-
                 buat nya tidak jatuh tertidur, Kamerad Salim terus-menerus bicara,
                 kadang-kadang tak jelas terdengar, selebihnya tampak seperti keluhan.
                 Kliwon berpikir ia mengigau. Ia bilang, tidak secara khusus ditujukan
                 pada Kliwon, bahwa ia kenal begitu dekat dengan Presiden Republik.
                 Dulu mereka tinggal di pondokan yang sama di Surabaya, belajar pada
                 orang yang sama, dan kadang-kadang jatuh cinta pada gadis yang sama.
                 Bahkan beberapa waktu lalu, ketika ia datang untuk pertama kalinya
                 setelah lama melarikan diri dan tinggal di Moskow, ia telah berjumpa
                 kembali dengan Presiden Republik. Mereka berpelukan dengan mata
                 berlinang penuh kegembiraan.
                    ”Jika kau tak percaya, suatu ketika kau bisa mengetahuinya di ko-
                 ran,” katanya, kali ini jelas pada Kliwon. ”Tapi kini orang yang sama
                 me ngirimkan prajurit untuk membunuhku.”
                    ”Kenapa?” tanya Kliwon.
                    ”Itulah yang akan terjadi jika kau merampok milik seseorang,” jawab
                 Kamerad Salim.
                    ”Apa lagi yang telah kau rampok?”
                    ”Telah kukatakan padamu: Republik Indonesia.”
                    Keragu-raguan, katanya, merupakan sumber kegagalan pem be ron-
                 tak an Partai Komunis tahun 1926. Ia bertemu dengan Tan Ma laka di
                 Singapura, setelah pelariannya yang pertama itu, untuk membicarakan
                 rencana pemberontakan mereka. Tan Malaka adalah orang yang paling
                 menentang ide tentang pemberontakan, dengan alasan kaum komunis
                 tidak siap. Ia pergi ke Moskow untuk mem peroleh pertimbangan Ko-
                 mintern, namun Komintern bahkan me no laknya lebih sengit.
                    ”Aku bahkan ditahan Stalin selama tiga bulan,” kata Kamerad
                 Salim, ”untuk direindoktrinasi.”
                    Tapi ide tentang pemberontakan itu sungguh-sungguh telah meng-
                 ganggu kepalanya. Setelah ia bisa pergi dari Moskow, ia kembali ke

                                             171





        Cantik.indd   171                                                  1/19/12   2:33 PM
   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183