Page 225 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 225

tanpa permisi (tapi tetap tak ada orang yang melarang) dan mengikat
              kayu-kayu itu dengannya. Setelah semuanya selesai, tanpa bicara kepada
              satu pun di antara orang-orang yang masih bersetia mengerumuninya,
              ia memasukkan goloknya ke dalam sarung dan mengangkat ikatan kayu
              tersebut lalu berjalan me ning galkan stasiun.
                 Semula orang-orang itu hendak mengikuti ke mana ia akan pergi,
              tapi temannya yang tadi bicara yang tiba-tiba mengerti apa yang akan
              terjadi, segera berkata pada orang-orang tersebut, ”Biarkan ia pergi
              sen diri.” Tampaknya apa yang dipikirkan sang teman benar adanya:
              Kliwon pergi ke rumah Alamanda dan menemui gadis itu yang tengah
              melihat persiapan pesta dengan sambil lalu. Alamanda dibuat terkejut
              oleh kedatangannya, dan lebih terkejut ketika melihat laki-laki yang
              masih dicintainya itu memanggul kayu entah untuk apa.
                 Sejenak Alamanda berpikir untuk melompat ke arahnya, me me-
              luk nya dan berciuman sebagaimana pernah mereka lakukan di stasiun,
              berkata padanya bahwa ini pesta perkawinan mereka dan adalah bo-
              hong belaka ia akan kawin dengan Sang Shodancho. Tapi segera saja
              kesadarannya pulih dan ia mencoba menampakkan dirinya se olah-olah
              bangga menghadapi pesta perkawinan bersama Sang Shodancho terse-
              but, menjadi gadis yang seangkuh-angkuhnya. Pada saat itu Kliwon
              segera menjatuhkan kayu di pundaknya ke tanah, membuat Alamanda
              sedikit terlompat karena jika tidak jari-jari kakinya mungkin tertimpa,
              dan Kliwon akhirnya membuka mulut, ”Ini pohon ketapang menyedih-
              kan itu, tempat kita berjanji akan ber temu kembali, kupersembahkan
              untuk kayu bakar pesta per ka winanmu.”
                 Alamanda mengangkat tangannya dan membuat gerakan melambai
              terbalik dalam isyarat untuk membuatnya pergi, dan Kliwon akhirnya
              pergi tanpa berkata bagaikan disapu oleh gerak isyarat tangan itu, ba-
              gai dilemparkan oleh badai kebencian yang menyapu segala hal. Ia
              mung kin tak tahu bahwa ketika ia telah pergi dan tak tampak batang
              hidungnya, Alamanda berlari ke kamarnya, menangis sambil membakar
              fotonya yang masih tersisa. Ketika ia bertemu Sang Shodancho di kursi
              pengantin, segala usaha telah dicoba untuk me nyembunyikan sisa-sisa
              tangisannya sepanjang malam namun itu sama sekali tak berhasil, dan
              selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun itu menjadi gun-
              jingan orang sekota.

                                           218





        Cantik.indd   218                                                  1/19/12   2:33 PM
   220   221   222   223   224   225   226   227   228   229   230