Page 229 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 229

dibeli Sang Shodancho untuk tempat tinggal mereka, sebuah rumah
              pe ninggalan masa kolonial dengan dua orang pembantu yang meng-
              urus rumah dan seorang tukang kebun. Dewi Ayu yang me nyuruh
              mereka pindah, dan berpesan sebisa mungkin tak perlu me ngunjunginya
              lagi. ”Perempuan kawin tak bergaul dengan pelacur,” katanya pada
              Alamanda. Ibunya nyaris selalu benar, dan dengan sedih Alamanda
              akhirnya pindah.
                 Pada saat itu, sebagaimana janjinya, Alamanda tetap tak menang-
              galkan celana dalam besi itu seolah-olah ia seorang prajurit abad perte-
              ngah an yang selalu curiga musuh akan datang menyergap kapan saja,
              menusuk dengan pedang yang lembek namun cukup mematikan. Sang
              Shodancho sendiri tampaknya sudah putus asa untuk mencoba mem-
              bukanya, terutama setelah berkonsultasi dengan banyak dukun. Mereka
              semua, dukun-dukun itu, angkat bahu sambil mengatakan bahwa tak
              ada kekuatan setan macam apa pun yang bisa meluluhkan kekuatan
              hati seorang perempuan yang teraniaya. Ia harus mengeluarkan ba-
              nyak uang untuk konsultasi penuh kesia-siaan tersebut, bukan untuk
              jawaban dukun-dukun yang tak berguna itu, tapi untuk membungkam
              mulut mereka agar aib keluarga yang memalukan itu tak tersebar ke
              mana-mana. Dan karena itu pula ia tak bisa bertanya pada siapa pun
              lagi mengenai masalahnya di atas tempat tidur.
                 Ia sudah mencoba membujuk istrinya agar mengendorkan kekeras-
              kepalaannya yang tak terpuji itu, tapi jangankan menyerah un tuk
              membuka celana dalam besinya, Alamanda bahkan me mu tuskan untuk
              tidur terpisah dengan Sang Shodancho bagaikan sepasang suami istri
              yang tengah menunggu keputusan cerai dari pengadilan. Ini membuat
              Sang Shodancho seringkali harus tidur dalam pendaman berahi yang
              menyedihkan, memeluk bantal dan guling mem ba yang kan itu adalah
              tubuh istrinya. Pernah suatu ketika Alamanda berkata ke padanya, en-
              tah karena merasa kasihan atau sekadar ingin me nun jukkan kebesaran
              hatinya, ”Jika kau tak tahan untuk menumpahkan isi buah pelirmu,
              pergilah ke rumah pelacuran. Aku tak akan marah karena itu, dan
              sebaliknya aku akan ikut bersenang hati untukmu.”
                 Tapi Sang Shodancho sama sekali tak melakukan apa yang disa-
              rankan istrinya. Bukan karena ia merasa yakin bisa mengendalikan

                                           222





        Cantik.indd   222                                                  1/19/12   2:33 PM
   224   225   226   227   228   229   230   231   232   233   234