Page 89 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 89

dirinya. Itu cukup baginya untuk memperluas kedai dengan kamar-
              kamar dari anyaman bambu. Suatu hari seorang kolonel datang untuk
              melihat pos militer mereka dan mengunjungi tempat pelacuran terse-
              but, bukan untuk mencari pelacur, tapi untuk melihat apakah tempat
              tersebut cukup baik bagi prajurit-prajuritnya.
                 ”Seperti kandang babi,” katanya, ”mereka akan mati karena hidup
              jorok sebelum bertemu musuh.”
                 Mama Kalong, memberi hormat yang selayaknya pada Sang Kolonel,
              segera menjawab, ”Mereka akan mati sebelum memperoleh tempat
              pela curan yang lebih baik, oleh berahi.”
                 Sang Kolonel percaya tempat pelacuran itu memberi moral yang
              cukup baik bagi semangat tempur para prajurit, maka ia membuat
              satu laporan bagus dan sebulan setengah setelah kunjungannya, pos
              mi liter memutuskan untuk membangun tempat pelacuran yang lebih
              permanen. Mereka membuang dinding-dinding bambu dengan atap
              daun aren, dan menggantinya dengan tembok-tembok sekuat benteng
              pertahanan, dengan lantai plester. Hampir semua ranjangnya merupa-
              kan kayu jati dengan kasur berisi kapuk-kapuk pilihan. Mama Kalong,
              yang memperoleh semua itu secara cuma-cuma, tam pak senang dan
              ber kata pada setiap prajurit yang datang:
                 ”Bercintalah serasa di rumah sendiri.”
                 ”Omong kosong,” kata seorang prajurit. ”Di rumahku hanya ada
              ibu dan nenekku.”
                 Kenyataannya, tempat itu sangat memanjakan siapa pun. Para pela-
              cur berdandan melebihi perempuan-perempuan Belanda ter hormat, dan
              bahkan lebih cantik dari ratu.
                 Ketika penyakit sif lis berjangkit, ia bersama prajurit-prajurit itu
              mendesak didirikannya rumah sakit. Sebenarnya rumah sakit mi liter,
              na mun orang-orang sipil juga mulai berdatangan. Tempat pe lacurannya
              sedikit terancam bangkrut, namun ia segera memperoleh be berapa
              peme cahan yang baik. Ia berusaha membujuk beberapa prajurit untuk
              memelihara gundik-gundiknya sendiri, dan jika mereka mau membayar-
              nya, ia bisa mencarikan perempuan-perempuan seperti itu untuk me-
              reka. Ia keluar masuk desa, bahkan sampai ke gunung-gunung, untuk
              mene mukan gadis-gadis yang bersedia menjadi gundik tentara Belanda.

                                           82





        Cantik.indd   82                                                   1/19/12   2:33 PM
   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94