Page 104 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 104
a yu Utami
menjawab, “Karena hawa sedang sumuk sekali.” Secara ter pi-
sah ayahku menjawab, “Karena saya sering mengorok keras
sekali sehingga istri tidak bisa tidur. Padahal istri sudah capek
seharian mengurus ayam.”
Polisi Militer itu tampaknya agak curiga bahwa ada yang
tidak beres dalam rumah tangga kami. Ia bolak-balik di dalam
rumah dan pekarangan beberapa saat lagi. ayahku tampak
semakin pucat.
Begitu ayah yakin bahwa penyelidik dengan baret biru
dan but putih-hitam itu telah jauh sekali dari rumah—tak
mung kin kembali dalam setengah jam, dan tak ada lagi orang
selain ka mi bertiga—ayah buru-buru pergi ke rak buku. Ia
me ngo rek laci tempat Ibu menyimpan kumpulan pola baju,
majalah Libelle, dan resep makanan. Di antara tumpukan itu ia
me ngeluar kan selembar piringan hitam. album penyanyi lilis
Suryani yang me muat lagu Kepada Paduka Yang Mulia Presiden
Sukarno. ayah membawa piringan hitam itu ke halaman bela-
kang, me nyi ramnya dengan bensin dan membakarnya sampai
jadi abu.
“Jangan bilang apa-apa,” katanya padaku.
Hari itulah aku tahu bahwa zaman telah berganti. Presi-
den kami bukan lagi Ir. Sukarno, yang menumpas saudara
kem barku si Revolusi berkaki kecil; yang melancarkan operasi
Perebutan Irian Jaya, pertempuran yang berakhir bersama
kema tian kakakku dan menghasilkan pahlawan yang nama-
nya menjadi nama sekolahku. Presiden kami sekarang adalah
Soeharto, seorang jenderal. Zaman berganti. apa yang dulu di-
perintahkan kini dilarang. antara lain, lagu lilis Suryani yang
memuja-muja Presiden Sukarno dulu. lagu itu tidak boleh
dinyanyikan lagi. Siapa yang masih menyimpannya—apalagi
98
Enrico_koreksi2.indd 98 1/24/12 3:03:54 PM