Page 99 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 99
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
Itulah persoalannya: membujuk Ibu, membahagiakan
Ibu...
Setiap hari aku memompa air untuk mengisi tanki rumah
kami. Setiap pagi aku melepas bebek-bebek dan sorenya
mengan dangi mereka lagi. Untunglah si Dudu sudah mati
dan digantikan oleh bebek jantan yang pintar sehingga rom -
bong an bebekku tidak tersesat melulu—jadi aku tidak perlu
menjemput mereka petang-petang. Setiap minggu aku meng-
giling kerang, jagung, kacang-kacangan lalu mencampurnya
de ngan dedak, tahi minyak, dan akhirnya beberapa jenis
vitamin, un tuk makanan ayam. Setiap dua bulan aku meng-
aduk adonan kapur, gabah, dan tahi sapi untuk alas kandang
ayam—campuran ini berfungsi untuk menjaga kekeringan
kandang dan meng ikat tahi ayam agar tidak basah dan bau.
lalu aku akan masuk ke dalam kandang, terbungkuk-bungkuk
karena kandang itu begitu sempit, membersihkan alasnya
yang telah keras, lalu meng gantinya dengan adonan baru. aku
harus mengenakan baju tertutup, sepatu karet, kaca penutup
muka, dan sarung ta ngan karena kandang itu penuh debu dan
tahi ayam. Ku cing-kucingku sudah tahu. Jika mereka melihat
aku dalam pakaian astronot itu mereka langsung ikut. Sebab,
di balik alas lama yang telah keras itu kami akan menemukan
banyak sekali cindil—anak tikus yang masih merah, yang
pastilah lezat sekali bagi kucing-kucingku. aku melakukan
semua itu sejak umurku enam atau tujuh tahun. Dan tak usah
diingat-ingat bahwa aku juga membersihkan pispot ibuku,
menanak nasi dan menyiapkan lauk, ya, di umurku tujuh ta-
hun.. tanpa mengharapkan senyum manis dan ucapan terima
kasih, meskipun di dalam hatiku aku merindukan pujiannya,
untuk sekadar menyatakan bahwa aku ini anak baik...
93
Enrico_koreksi2.indd 93 1/24/12 3:03:53 PM