Page 111 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 111
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
berkaki kecil, yang kini sudah lama meninggal dunia.
aku termenung membayangkan ayah dan ibuku. Jika me-
mang segala yang hebat ada di Jawa, kenapa dulu mereka pergi
ke Sumatra?
ayahku lahir di pulau kecil dan gersang, Madura, yang ter-
letak di Utara Jawa Timur dan terpisahkan oleh selat sem pit
saja. ayah anak sulung dari istri kedua seorang asisten we-
da na bernama Joyosaputro, satu di antara dua orang yang
memiliki mobil—atau yang waktu itu disebut prahoto—di
tahun 30-an di pulau itu. Tidak, bukan dalam perkawinan
poli gami. Joyosaputro menikah dengan perempuan kedua itu
(ya itu nenekku) setelah istri pertamanya meninggal.
Tapi ketegangan dalam keluarga selalu terjadi. Begitulah
manusia. Keluarga istri muda agaknya percaya bahwa mereka
adalah trah Madura halus sementara istri tua menurunkan
anak-anak Madura kasar: para carok, yaitu mereka yang ber-
diskusi bukan dengan mulut melainkan dengan clurit. Jangan
ditanya kebenarannya, sebab waktu itu aku masih kecil dan
suka berkhayal sendiri. Istri tua kakekku bernama gandari.
Istri muda, yaitu nenekku, bernama Kunti. anak-anak gandari
adalah para Kurawa. anak-anak Kunti adalah kelima Pandawa.
ayahku, si sulung, tentulah Yudistira.
Yudistira Irsad ini, seperti sudah kuceritakan, ikut me -
nyer bu sebuah gudang Jepang. Maklumlah, ayahnya yang asis-
ten wedana punya radio dan dari siaran berita mereka tahu
bah wa Jepang telah kalah Perang Dunia. Jadi, sesungguhnya,
Irsad bukannya tanpa perhitungan. Sekaligus bukannya ga gah
berani. Ia menaksir bahwa lawan mereka akan bersikap ayam
sayur. Ternyata, para serdadu Jepang yang “lebih baik pulang
nama daripada gagal dalam tugas” itu melawan. (Moto itu
105
Enrico_koreksi2.indd 105 1/24/12 3:03:54 PM