Page 127 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 127
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
1975 lewat, menit-menit pertama, jam-jam pertama. Bumi
tidak berguncang. Tapi masih ada 365 hari lagi bagi langit
untuk runtuh dan tanah terbelah.
Pada acara berhimpun di awal tahun itu Hamba Sidang
meng umumkan bahwa Hari Kiamat tidak jadi datang seka rang.
aku diam saja. aku sudah belajar dari untuk menang tam pa
ngasorake, menang tanpa pecicilan—semboyan yang, sial nya,
suka diulang-ulang oleh Presiden Soeharto. aku ingin tahu
reaksi Ibu di rumah nanti. Di luar dugaan, iman Ibu sama se kali
tidak tergoyah. Tidak ada ramalan yang tak tergenapi. Se bab,
Tuhan selalu bisa mengubah rencana. Jadi, aku tahu bahwa
orang yang beriman memang akan tetap beriman meski pun
janji-janji tidak dipenuhi atau rencana selalu ber ubah-ubah.
Mereka tetap merasa pasti meski diberi ketidakpastian.
aku merayakan ulang tahunku yang ke-17 dengan ke
bioskop bersama ayah. “Hore! Kiamat tidak jadi datang. Jadi
aku bisa nonton film 17 tahun ke atas,” kataku mengejek Ibu.
Ibu tentu saja tidak ikut. Selain ia tak tahan asap rokok,
ia sudah sangat menjauhi hiburan duniawi. Belakangan, dari
catatan hariannya, kami tahu bahwa ia merasa sangat sayu
malam itu. Ia merasa ditinggalkan oleh suami dan anaknya yang
kini selalu membantah dia dan akan menyebabkan umur nya
pendek. Ibuku semakin merasa dikucilkan sebab Saksi Yehuwa
tidak merayakan ulang tahun dan tidak menonton bios kop.
Buatku, aku sudah capek menjadi anak aneh yang tidak boleh
merayakan ulang tahun. aku sudah capek jadi terkucil. Masa
tidak boleh aku bersenang-senang dan itu menyebabkan
ibuku yang gampang merasa terkucil jadi merasa terkucil?
Salah sendiri kenapa banyak menuntut!
Aku dan Ayah menonton film Sunflower yang dibintangi
121
Enrico_koreksi2.indd 121 1/24/12 3:03:55 PM