Page 135 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 135
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
ketika ia pulang nanti, aku sudah di rumah untuk menjem put
motornya dari tepi jembatan. Tapi, persis saat ia pulang, aku
sedang di kamar mandi. Hujan belum reda. Ia mencoba me-
nye berangi sendiri jembatan itu sambil menuntun motornya.
Ia terjatuh. Sendi lengannya lepas.
aku berlari-lari untuk menolongnya. Ia menolak uluran
tanganku. Ia menyalahkan aku atas kecelakaan yang me nim-
panya. gara-gara aku tidak ikut berhimpun, maka ini terjadi.
lalu di matanya aku melihat bahwa ia juga menyalahkan aku
sehingga ia dulu mengalami perdarahan yang menyebabkan
ia tak bisa punya anak lagi. Semua karena aku anak yang tidak
menurut.
Sebetulnya aku agak takut juga kalau ia mendoakan agar
aku gagal masuk ITB. Mengingat doanya sering berhasil. aku
bukan orang yang percaya Tuhan lagi sekarang. Tapi kupikir
doa itu sejenis sugesti. Kalau orang melakukannya dengan
khu syuk, maka energinya—seperti santet—bisa mem pe nga-
ruhi sesuatu.
Di titik-titik beginilah ayahku maju. Ia bicara dengan ke-
ponakan ibuku yang ganteng itu agar jangan menambah ke te-
gangan. “Jangan bicara apa-apa pada Syrnie tentang Bandung.
nanti dia makin sesak nafas.” Sebagai sesama tentara, sang
yunior pun menurut.
Ketika waktunya tiba aku berangkat seorang diri. Dengan
kapal barang Bengawan yang kakusnya segera tersumbat
sehingga cairan coklat tumpah ke dek setiap kali kapal diterjang
ombak. air taik pun kuterima dengan tabah. asalkan aku pergi.
Satu semester setelah kepergianku, ayah dan Ibu mene-
rima telegram dariku: TElaH DITERIMa DI UI ITS IPB ITB
TITIK
129
Enrico_koreksi2.indd 129 1/24/12 3:03:55 PM