Page 83 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 83

Ce r i t a   Ci n t a   E n r i c o

                 pastor itu jadi dekat. Di halaman gereja, mereka memeli hara
                 seekor  sapi  perah.  Ibu  menyuruhku  belajar  memerah  susu
                 dan membantu di sana. aku senang melakukannya, terutama
                 ka rena ada dua anak perempuan cantik keturunan Italia yang
                 membimbingku. Dua putri Opa Milita, seorang pria Italia yang
                 menikah dengan gadis setempat. aku takjub melihat tangan
                 dan kaki mereka yang berbulu.
                    Tapi malam itu wajah Pastor tidak senang. aku menciut
                 di sudut kamar tidur, sebab aku tahu apa salahku. aku telah
                 mengambil pahat milik ayahku dan bersama anak-anak tangsi
                 mencungkil ubin tangga utama gereja yang terbuat dari batu
                 marmer Italia. Potongan ubin itu kami pecah-pecah dan kami
                 buat gundu.
                    Rupanya, sama seperti ibuku, ayahku juga memiliki ben-
                 da-benda yang tidak dipunyai orang lain di tangsi militer ini.
                 Hanya ayah satu-satunya yang punya pahat batu. Sampai se-
                 ka rang  aku  tak  mengira  pastor  itu  bakal  tahu  bahwa  cuma
                 ayahku  yang  memiliki  alat-alat  pertukangan  yang  lengkap.
                 ayah, yang pada awalnya tidak percaya bahwa anaknya tega
                 melakukan itu, tidak langsung mempertemukan aku dengan
                 tamunya. Tapi, begitu Pastor pulang, aku dipanggilnya.
                    aku  mengaku.  Tapi  aku  tidak  mengaku  bahwa  aku  ikut
                 men cungkil  ubin  marmer  itu.  Teman-temanku  di  tangsi  ini,
                 yang biasa disebut sebagai anak-kolong, memaksa aku memin-
                 jami  pahat  itu.  Merekalah  yang  melakukannya.  aku  hanya
                 meminjami.
                    ayah menyuruh aku datang kepada Pastor dan meminta
                 maaf.  Pastor  itu  mendengarkan  pengakuanku,  yang  tidak
                 sepe nuhnya  jujur,  dan  tidak  menghukumku  atau  menuntut
                 keluargaku.  Tapi  hukumanku  datang  dari  kata-kata  ibuku


                                                                          77



       Enrico_koreksi2.indd   77                                      1/24/12   3:03:53 PM
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88