Page 85 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 85
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
agamaku lain. Dan aku tak tahu cara menjawabnya.
Seorang teman lain membelaku dengan suara nyaring.
“Boleh, kok! Si Rico boleh ikut!”
Pada akhirnya aku tetap berkeliling kota sambil mem bawa
obor. Tapi perdebatan itu bukannya tidak berdampak pada ku.
aku merasa tersesat, tak tahu bagaimana harus memahami nya
dengan akal-sehat dan rasa keadilan. Bahkan pembelaku pun
tidak mempertahankan aku dengan argumen. Ia membela ku
dengan suara nyaring saja. Suaranya kuat, maka ia menang.
Malam itu aku tahu rasanya jadi minoritas. apa yang terjadi
malam itu bukan tidak berhubungan dengan kesertaanku
dalam komplotan pencungkil marmer gereja. aku ingin mem-
buktikan bahwa aku adalah bagian dari geng ini.
Ibuku tak tahu, untuk menjadi anggota kelompok anak-
kolong, ada tiga ujian. Pertama... ya ampun, aku tak akan bi-
sa me ngatakan ujian yang pertama ini pada Ibu. Memasuki
usia enam tahun biasanya anak-anak sudah tidak pantas
lagi menjadi anak-bawang. anak-bawang adalah bocah yang
di anggap terlalu kecil dan lemah untuk bisa melakukan hal-
hal yang dilakukan anggota geng. Mereka kadang diboleh kan
membuntuti atau menonton dari sebuah jarak permainan-
per mainan para anggota. lebih sering mereka dilarang ikut,
terutama kalau kegiatan dikerjakan di luar asrama. Umurku
enam jalan tujuh. aku tak mau lagi jadi anak-bawang. Betapa
ingin aku menjadi bagian dari geng anak-kolong. Sudah lama
aku membuntuti gerombolan itu, mencoba menonton apa
yang mereka buat, dalam jarak yang semakin dekat. Melihat
aku bertambah besar, kini mereka mulai memandangku.
Suatu hari aku dipanggil ke tengah gerombolan.
79
Enrico_koreksi2.indd 79 1/24/12 3:03:53 PM