Page 9 - E-MODUL_MBS
P. 9
otonomi daerah di Indonesia. Terminologi MBS atau pendidikan berbasis
masyarakat (PBM) dimuat dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2000
tentang Propenas. Menurut Undang-Undang No. 25 tahun 2000, MBS
dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemandirian sekolah
dalam penyelenggaraan pendidikan. Perwujudan school/community – based
education ditandai dengan pembentukan Komite Sekolah dan Dewan
Pendidikan Kabupaten atau Kota. Sejarah baru pengelolaan pendidikan di
Indonesia melalui MBS menjadikan pengelolaan pendidikan di Indonesia
berpola desentralisasi, otonomi, pengambilan keputusan secara partisipatif.
B. Dasar Pemikiran Pentingnya MBS
Setiap sekolah memiliki karakteristik, potensi dan sumber daya yang
berbeda-beda, sehingga pengelolaan terhadap pelaksanaan pendidikan di
suatu sekolah tidak bisa disamakan dan akan lebih optimal dalam mencapai
tujuan pendidikan dengan mengelolanya sendiri berdasarkan pada situasi
dan potensi yang dimiliki sekolah. Dengan menerapkan MBS, sekolah dapat
meningkatkan kinerja staf sekolah, kualitas pendidikan, mengajak partisipasi
kelompok-kelompok yang terkait dengan pendidikan dan partisipasi
masyarakat.
Beberapa peraturan pemerintah menjadi landasan hukum yang
memperkuat diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah, di antaranya
yaitu:
1) UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
2) Peraturan Presiden No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintahan dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi.
3) Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 51 ayat 1, yang bertuliskan, pengelolaan satuan pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah atau madrasah.
Selain beberapa peraturan di atas, kesadaran akan keuntungan jika MBS
diterapkan bisa menjadi dasar penerapan MBS itu sendiri. Adapun
uraiannya, sebagai berikut:
1. Setiap sekolah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, untuk itu setiap
sekolah tentu lebih mengetahui tentang kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman bagi sekolahnya, sehingga dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
2. Kebijakan dari pemerintah pusat tidak selamanya sesuai dengan apa
yang dibutuhkan sekolah. Sekolah lebih mengetahui tentang kebutuhan
lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan
didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik di sekolah tersebut.
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolah yang paling tahu
tentang apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana
dikontrol oleh masyarakat setempat. Sekolah akan mengetahui alokasi
4