Page 71 - E-MODUL_PENDIDIKAN INKLUSI
P. 71
Setiap negara memiliki pendekatan yang unik, dan masing-masing berada
pada tahap yang sangat berbeda dalam kaitannya dengan anak-anak
penyandang disabilitas. Salah satu negara yang patut dijadikan role model
adalah Amerika Serikat. Berikut tahapan perubahan pandangan masyarakat
Amerika Serikat terhadap siswa berkebutuhan khusus.
Tahap 1 : Pengecualian Anak Penyandang Disabilitas
Tahap 2 : Melatih Anak-anak dengan Kondisi Cacat untuk Bekerja
Tahap 3 : Mengenali Alasan Medis untuk Kondisi Cacat dan Memberikan
Intervensi dan Dukungan Medis untuk Anak-anak dengan Kondisi
yang Membatasi
Tahap 4 : Mengadvokasi Pendidikan yang Manusiawi dan Hormat untuk
Semua Anak
Tahap 5 : Langkah Hukum dan Legislatif untuk Secara Dramatis
Meningkatkan Peluang Pendidikan untuk Semua Anak
Tahap 6 : Memikirkan Kembali dan Mendefinisikan Ulang Label dan Deskripsi
Tahap 7 : Gerakan Menuju Sekolah Inklusif dan Komunitas Pelajar yang
Lebih Inklusif
Dari waktu ke waktu, sekolah dan masyarakat Amerika secara bertahap
berubah dalam cara kita memandang anak-anak dengan cacat fisik atau
kognitif atau gangguan. Hari ini kita mungkin mendengar atau membaca istilah
seperti 'berkemampuan berbeda' dan menghibur Paralimpiade negara kita di
pertandingan Paralimpiade yang diadakan dalam hubungannya dengan
Olimpiade musim dingin dan musim panas. Perubahan terminologi terjadi
secara bertahap dan evolusioner: Misalnya, hari ini anak-anak yang tuli atau
tuli mungkin dianggap pada hari sebelumnya sebagai 'tuli dan bisu.' Pada
1950-an, undang-undang Minnesota mengkategorikan anak-anak dengan
gangguan kognitif ke dalam kategori gangguan kognitif. keterbelakangan
mental yang parah atau mendalam, keterbelakangan mental yang dapat
dilatih, dan keterbelakangan mental yang dapat dididik. Istilah disabilitas
intelektual dan kognitif yang lebih banyak digunakan saat ini (ringan, sedang,
berat, mendalam) muncul belakangan (Deno & Hale, 2017).
B. Memahami tentang Perubahan Kelembagaan dalam Skala Besar
Pemerintah menetapkan evaluator guna memonitoring pelaksanaan
program inklusi. Evaluator dapat dari dinas maupun Universitas. Setiap tahun
tim evaluator mengunjungi pertemuan fakultas di setiap sekolah yang menjadi
tanggung jawab tim. Tim ini bertugas mendata kekhawatiran ataupun
hambatan yang dialami setiap sekolah. Pada pertemuan itu, pihak
penyelenggara akan mempresentasikan secara singkat pembaruan tentang
prioritas strategis sistem sekolah dan menjawab pertanyaan dari tim evaluator.
Permasalahan umum yang muncul adalah tentang 'kelelahan inisiatif.'
Guru menjelaskan bagaimana begitu banyak inisiatif dan prioritas baru datang
'dari atas' dan betapa sulitnya untuk menyelesaikan prioritas mereka sendiri,
yang bekerja secara langsung dengan anak-anak. Keluhan lain yang muncul
68