Page 169 - PDF Compressor
P. 169
Sejak saat itulah masyarakat mengenal apa yang kemudian
disebut sebagai Jurnalisme Sastra.
Robert Vare, wartawan The New Yorker sekaligus pengajar di
Universitas Havard, kemudian merumuskan prinsip Jurnalisme Sastra.
Prinsip utama yang diungkapkan Vare adalah fakta. ‚Jurnalisme
menyucikan fakta. Walau pakai kata dasar ‘sastra’, tapi ia tetap
jurnalisme. Setiap detail harus berupa fakta. Nama-nama orang adalah
nama sebenarnya. Tempat juga memang nyata. Kejadian benar-benar
peristiwa yang terjadi.
Jurnalisme sastra memang berbentuk seperti fiksi, tetapi tidak
termasuk ke dalam kelompok fiksi. Jurnalisme sastra muncul sebagai
bagian dari gerakan New Journalism yang dicetuskan oleh Tom Wolfe.
Namun, pada tahun 1.700 sebenarnya sudah muncul esai-esai naratif
yang ditulis oleh penulis seperti Ernest Hemingway, A.J. Liebling dan
Joseph Mitchell. Baru tahun 1970 sampai 1980-an istilah jurnalisme sastra
berkembang dalam masyarakat. Pelopornya adalah John McPhee,
Richard Rhodhes, Mark Singer, dan beberapa tokoh lain. Jurnalisme
sastra masuk ke dalam bermacam wilayah penulisan, seperti pariwisata,
memoar, esai-esai historis dan etnografis, bahkan berita-berita mengenai
peristiwa nyata. Sebenarnya adanya gaya penulisan sastra dalam tulisan
membuat sebuah laporan menjadi janggal. Akan tetapi, jurnalisme sastra
menjadi sarana penolakan terhadap jurnalisme lama. Memang jurnalisme
sastra pada akhirnya berbentuk mirip fiksi, tetapi jurnalisme sastra tidak
dapat dikatakan fiksi. Jurnalisme sastra tetap harus menjaga akurasi fakta
dalam penulisannya. Jurnalisme sastra akan menghasilkan tulisan yang
personal dan cenderung subjektif, akan tetapi kenyataan tulisan harus
seusai dengan realita peristiwa.
Dalam hal penggunaan bahasa, gaya bahasa Jurnalisme Sastra
berkembang lebih luwes menjadi bahasa yang kaya sajian kreasi kata-kata
yang mampu merekam emosi suasana dengan tetap mempertahankan
kesucian fakta. Fakta yang disajikannya menjadi hidup plus gaya bahasa
sastra yang dapat memberikan penekanan tertentu terhadap suatu
peristiwa, sekaligus juga mempengaruhi cara pembaca memandang
peristiwa yang disajikan.
Jurnalisme sastra adalah jenis tulisan jurnalistik yang tekhnik dan
gaya penulisannya menggunakan cara yang biasa dipakai dalam karya
sastra, misalnya seperti dalam cerpen atau novel. Jurnalisme sastra
menyajikan karya jurnalistik yang lebih menarik dibaca, menyentuh
emosi. Pujiono (2012) menyebut jurnalisme sastra merupakan jurnalisme
sastrawi. Antara jurnalistik dan sastra memanglah dua hal berbeda yang
hidup di dua dunia yang berbeda pula. Yang satu menawarkan informasi
167