Page 240 - PDF Compressor
P. 240
Faktanya, berdasarkan hasil penelitian Remotivi dan Fakultas
Ilmu Komunikasi Unpad, siaran 10 televisi Jakarta bersiaran nasional
sumber siarannya 48% dari Jabodetabek, 7% internasional, dan 38% dari
wilayah Indonesia di luar Jabodetabek. Persentase tersebut dibagi dalam
33 wilayah provinsi yang ada di Indonesia, sehingga rata-rata provinsi
hanya mendapatkan ruang pemberitaan 1,15%. Kendati Bogor, Depok,
dan Bekasi merupakan bagian dari Jawa Barat, tetapi Jawa Barat juga
memiliki Karawang, Purwakarta, Subang, Sukabumi, Cianjur, Bandung,
Cimahi, Garut, Tasikmalaya, Banjar, Pangandaran, Sumedang,
Majalengka, Kuningan, Cirebon, dan Indramayu, yang seharusnya juga
mendapatkan ruang siaran yang memadai.
Siaran televisi manapun yang menjangkau wilayah Jawa Barat
memiliki kewajiban untuk memberikan ruang siaran yang proporsional
bagi isi siaran yang berkonten lokal ke-Jawa Barat-an; mencerminkan
seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat. Pasal 68 Peraturan Komisi
Penyiaran Indonesia No.2/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran
(SPS) menegaskan bahwa program siaran lokal wajib diproduksi dan
ditayangkan dengan durasi paling sedikit 10% untuk televisi dari seluruh
siaran berjaringan per hari. Program siaran tersebut paling sedikit 30% di
antaranya wajib ditayangkan pada waktu prime time waktu setempat.
Jika televisi masih mempertahankan sentralistik penyiaran, tentu
amanah SPS tersebut tidak mungkin terpenuhi karena setiap provinsi
harus dipenuhi minimal 10%, sehingga dengan 34 provinsi di Indonesia,
lembaga penyiaran yang bersiaran nasional harus menyediakan 340%
program siaran lokal. Agar ketentuan tersebut dapat diimplementasikan,
setiap televisi yang bersiaran nasional harus menjalankan amanah UU
Penyiaran dengan sistem siaran berjaringan. Jika hal tersebut dilakukan,
lembaga penyiaran pun memiliki jatah siaran televisi 90%, boleh program
siaran nasional, internasional atau dari negeri antah berantah sekali pun.
Karena stasiun siaran berjaringan di 34 provinsi hanya memiliki jatah
minimal 10% program siaran.
Namun, kondisinya tidak sesuai harapan. Yang terjadi,
sebagaimana diungkapkan Armando (2007) televisi Jakarta mendikte isi
siaran sesuai dengan selera Jakarta. Rujukan nilai isi siaran televisi adalah
standard budaya Jakarta; Masyarakat daerah sama sekali tidak dapat
memanfaatkan televisi sebagai sarana informasi mengenai daerahnya
sendiri; Segenap keuntungan ekonomi yang diperoleh dari kegiatan
pertelevisian hanya bisa dinikmati oleh Jakarta. Pengiklan hanya perlu
membayar stasiun televisi di Jakarta untuk kepentingan pemasaran
produknya, tanpa perlu sedikit pun mengucurkan uang kepada daerah-
daerah di luar Jakarta yang dijadikan sasaran penjualannya; Bisnis
238