Page 145 - BUMI TERE LIYE
P. 145

TereLiye “Bumi” 142



                         Seli  mengangguk.  Dia  tidak  terluka,   meski   seluruh   tubuhnya   te-rasa
                  sakit.  Ali  yang  tidak  jauh  dari  kami  berusaha  duduk,  kon-disi-nya  juga  tidak
                  mengkhawatirkan.  Ali  bahkan  meraih  pemukul  kastinya,  lantas  dengan
                  wajah  jengkel  memukul  kepala  salah  satu  dari  mereka  yang  roboh  menimpa
                  badannya  tadi.

                         ”Bantu  Seli  duduk,  Ra.”  Miss   Selena   menoleh   padaku,  me­nyuruhku
                  dengan  tegas.


                         Aku  mengangguk.  Meski  kakiku  masih  gemetar,  aku  jauh  lebih  baik
                  dibanding  Seli.  Aku bergegas  membantu  Seli  du-duk.


                         ”Kamu  tidak  terluka  kan,  Sel?”  aku berbisik.

                         Seli  menggeleng.  Napasnya  masih  tersengal.

                         Semua  kejadian  ini  amat  membingungkan.  Dengan  kenyataan  aku
                  bisa  menghilangkan  tiang  listrik  raksasa  dan  Seli   bisa   me-ngeluarkan   petir
                  saja  sudah  cukup  membingungkan.  Apalagi  sekarang  ditambah  pula  dengan
                  bagaimana  mungkin  guru  mate-matika  kami  tiba-tiba  muncul  di dalam  aula,
                  berdiri  gagah  me-lindungi  kami,  menantang  sosok    tinggi    kurus  di

                  hadapannya.

                         Aku  menatap  ke depan  dengan  wajah  tegang,  ke arah  Miss  Selena  dan
                  sosok  tinggi  kurus  yang  saling  berhadapan.


                         ”Selamat  malam,  Selena.”  Sosok  tinggi  itu melangkah  men-dekat.
                  Suara  sapaannya  terdengar  ramah,  tapi  menyembunyi-kan  ancaman.

                         ”Tinggalkan  murid­muridku,”  Miss  Selena  berseru  lan­tang,  tanpa
                  basa-basi.


                         ”Mereka  murid­muridmu?”  Sosok  tinggi  itu  menatap  seolah  tidak
                  percaya,  kemudian  terkekeh  pelan.  ”Kamu  tidak  bergurau,  Selena?  Sejak
                  kapan  kamu  jadi  guru  di  Dunia  Tanah?  Lantas  apa  yang  kamu  ajarkan
                  kepada  mereka?  Menyulam  pakaian?  Atau  membuat  anyaman?  Atau
                  jangan-jangan  kamu  guru  ber-hitung  mereka?  Murid-murid,  mari  kita
                  menghitung  jumlah  anak  ayam?  Satu,  dua,  tiga—”

                         ”Setidaknya  mereka  tidak  kuajarkan  kebencian  dan  permusuh­an ,”
                  Miss  Selena  memotong  dengan  suara  tegas.





                                                                            http://cariinformasi.com
   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149   150