Page 163 - PDF Compressor
P. 163
ku, dan memamerkan senyum gatelnya itu, ngomong, ”I’m
surprised I haven’t done you yet.” Aku ingat aku langsung melo-
tot, ”Keep it up and I’ll be surprised if I am still friends with
you.”
Dan si Ruly ini cuma duduk di sebelah sambil ngelap-nge-
lap keringat.
Surprisingly, though, ini sudah hari ketiga di Bali, bertemu
Ruly 15-16 jam sehari, tapi efek laki-laki satu ini di kepalaku
justru slowly diminishing. Mungkin karena ada Panji yang dari
jauh pun tetap membuatku tertawa pada flirting nggak pen-
tingnya. Telepon, BBM, sexting even. That Panji Wardhana has
one filthy mouth, but in the polite but naughtiest way possible, if
that makes sense. Mungkin karena Ruly, seperti laki-laki baik-
baik manapun umumnya, sebenarnya agak-agak membosankan.
Aku tidak pernah tahu apa yang ada di dalam kepalanya itu 161
kecuali masalah kantor dan skor pertandingan olahraga. Ruly
si hemat bicara ini mungkin akan selalu jadi misteri yang
ingin kupecahkan, tapi Panji is the guy who feeds my ego pretty
well right now. Walau aku sadar selama ini aku selalu berusaha
untuk mengingatkan diri sendiri bahwa semua yang dikatakan
dan dilakukan Panji mungkin tidak berarti apa-apa kecuali
bagian dari strateginya untuk memenangkan permainan kami
ini.
Kalau benar begitu, aku harus siap-siap mengibarkan ben-
dera putih untuk mengaku kalah, karena bahkan hal sepele
yang dia lakukan tadi pagi masih membuatku tersenyum sam-
pai sekarang.
That one smooth-talking Panji membangunkanku tepat jam
lima pagi tadi karena malamnya aku cerita tentang niatku
memotret sunrise yang belum kesampaian. Dan setelah obrol-
an nggak penting kami selama lima menit sementara aku
Isi-antologi.indd 161 7/29/2011 2:15:22 PM