Page 212 - PDF Compressor
P. 212
”Cuma satu lagi. Yang Biyan. Ini gue coba dulu, ya biar lo
bisa vote,” ujarnya. ”Eh, Key, lo yakin si Panji is keeping his
end of the bargain?”
”Maksudnya?”
”Kan lo ngomong, dari awal sepakat ini cuma main-main.
Lo yakin, bagi si Panji ini cuma main-main?”
Dan yang spontan melintas di kepalaku adalah ketika Panji
meneleponku di Bali waktu itu dan mengucapkan satu kali-
mat yang membuatku terdiam.
”Aku sudah berhenti tidur dengan perempuan lain sejak
empat bulan yang lalu. Sejak ciuman pertama kamu, Key.”
”Come on, Din, he’s a player,” cetusku meyakinkan Dinda.
”Nggak mungkin banget, kali fling-fling antara gue dan dia ini
dia seriusin.”
”Terserah lo deh,” sahabatku mengangkat bahu.
210
Yang Dinda tidak tahu, saat berkata begitu aku juga sebe-
narnya sedang meyakinkan diriku sendiri.
I mean, akan sangat mudah sebenarnya bagiku untuk jatuh
cinta pada Panji dan membuat dia juga jatuh cinta mati-mati-
an padaku.
But we’ve got ourselves a little situation here. Dan ini sinting.
Sinting sesinting-sintingnya. Nggak ada yang waras, kan dari
kenyataan bahwa ada suara setan yang bergema berulang-
ulang dalam kepalaku bahwa aku tidak bisa mencintai Panji,
atau siapa pun, sampai aku benar-benar yakin aku tidak bisa
mencintai Ruly lagi.
Sampai aku yakin Ruly tidak mungkin jadi milikku.
Oh yeah, I’m all fucked up here.
”Nah, yang ini gimana?” Dinda menghadapku, kali ini tu-
buhnya dibalut gaun panjang selantai berwarna ivory.
”I hate to say this...”
Isi-antologi.indd 210 7/29/2011 2:15:25 PM