Page 214 - PDF Compressor
P. 214
”I’m sorry,” Dinda ikut tertawa. ”Tapi serius, Key, mau sam-
pai kapan lo begini?”
”Udah deh, apa salahnya coba, gue main-main dengan Panji
sementara gue berusaha menghapus Ruly dari pikiran gue?”
”Darling,” Dinda menatapku, ”yang gue nggak mengerti ya,
kenapa lo buang-buang waktu dengan Panji dan bukannya
konsentrasi penuh mengejar Ruly kalau dia memang cinta
mati lo—mau muntah gue ngomongnya nih—seperti yang lo
bilang?”
”Karena sampai mati juga si Ruly itu cintanya cuma sama
Denise,” cetusku.
Dan sahabatku itu tersenyum dengan pandangan penuh
arti. ”See, elo udah tahu jawabannya, kan?”
”Please, please, please, let me let me let me... let me get what
I want this time,” aku berusaha menghapus pahitnya kata-kata
212
Dinda barusan dengan tersenyum dan menyanyikan lagu The
Smiths dari film favorit kami: (500) Days of Summer.
Dinda tertawa, namun kembali menohokku dengan kata-
katanya. ”Keara, do you even know what you want?”
”I know what you want,” Dinda tiba-tiba meneleponku tiga
hari setelah itu. ”In fact, I know what you need,” ujarnya de-
ngan nada smug.
”Aduuuh, udah deh, Din, gue lagi pusing nih di kantor, bos
gue tiba-tiba nyuruh gue terbang ke Singapur besok, rapat
dengan konsultan-konsultan itu,” kataku sambil menyandarkan
kepala di kursi, akhirnya bisa kembali duduk di meja setelah
rapat tiga jam yang rasanya seabad itu. ”Jangan ngomongin
soal Mr. R dan Mr. P sekarang, ya.”
Isi-antologi.indd 212 7/29/2011 2:15:26 PM