Page 274 - PDF Compressor
P. 274
untuk bilang, ”You know, Risjad, kalau lo ada di sini, udah gue
paksa lo datang ke sini supaya kita bisa wine-wine solution
bareng. This hotel room is fucking lonely.”
Pada saat radio di mobil gue tiba-tiba memutar lagu John
Mayer yang judulnya—kalau gue nggak salah ya, entah kena-
pa juga gue jadi ngikutin lagu-lagunya si John Mayer ini—
Edge of Desire, mulut gue sudah setengah terbuka untuk ber-
komentar iseng seperti dulu sering gue lakukan, ”Tuh
penyanyi favorit lo, ganteng juga kagak,” yang biasanya dia
balas dengan nyolot, ”Heh, jempol kakinya John Mayer aja
masih lebih ganteng daripada lo, apalagi muka.” But hey, a
no-speaking pact is a no-speaking pact. Mau ikut mobil gue aja,
berbagi oksigen bersama gue di ruangan sempit ini selama
empat puluh menit ke depan udah syukur. Jadi gue memu-
tuskan untuk tetap diam dan melaksanakan tugas gue sebagai
272
sopir.
Sampai gue menoleh sesaat ke kaca spion di sisi kiri dan
melihat air mata yang membasahi pipi Keara. What, dia mena-
ngis? Tidak ada suara isak, tubuhnya tidak bergerak, cuma air
mata yang mengalir deras.
”Key, lo nggak pa-pa?” gue tidak tahan untuk tidak berta-
nya.
Dia cepat menggunakan tangan untuk mengelap pipi.
”Nggak pa-pa.”
Suaranya terdengar datar. Gue harus ngapain?
”Tapi Key…”
”I’m fine, Ris. Just drive, okay?”
Gue menelan ludah. Oke kalau lo maunya begitu, Key.
Satu menit berhasil gue lalui tanpa berkata apa pun, cuma
menatap lurus ke depan. Tapi rasa pegal karena seperti robot
tidak menoleh-noleh begini, ditambah penasaran juga, mem-
Isi-antologi.indd 272 7/29/2011 2:15:30 PM