Page 270 - PDF Compressor
P. 270
an sangat dingin. Tapi dia berusaha tersenyum. ”Nggak apa-
apa, Key, gue cuma khawatir banget aja.”
”Semoga Denise nggak pa-pa ya, Rul,” ujarku pelan.
Dia mengangguk.
Yang ada di pikiranku saat aku dan kamu terdiam menung-
gu di sini, Ruly, aku menghabiskan waktu dengan membaca
apa pun bahasan orang-orang di Twitter dan kamu kembali
tertunduk diam—mungkin satu-satunya yang bisa kamu laku-
kan untuk terlihat tegar, yang ada di pikiranku hanya satu,
Rul, dan aku tahu ini jahat sejahat-jahatnya: apakah kamu
akan sepeduli dan segelisah ini seandainya yang ada di ruang-
an gawat darurat di dalam sana adalah aku, bukan Denise.
H a r r i s
268
Terima kasih buat kumis Foke dan kemacetan bangsat Jakarta
ini, gue baru sampai di RSPI jam setengah sepuluh malam.
Keara dan Ruly sudah di lantai ruang ICU, terduduk di ruang
tunggu di luar bersama beberapa orang lain. Ini terlalu mence-
kam buat gue yang dari kecil tidak pernah suka rumah sakit.
Tidak ada suara apa-apa di sini kecuali suara heart monitor
dan sesekali langkah kaki para suster dan obrolan mereka da-
lam volume sepelan mungkin.
”Sori ya gue baru nyampe, gila macet banget,” gue meng-
hampiri Keara dan Ruly. ”Denise gimana?”
Ruly menjelaskan panjang-lebar. Intinya Denise masih be-
lum sadar karena benturan keras di kepala, selain beberapa
patah tulang dan luka-luka di sekujur tubuh.
Gue duduk di sebelah Keara, mukjizat bagi gue malam ini
dia tidak menatap gue penuh kebencian seperti biasa. Ini men-
Isi-antologi.indd 268 7/29/2011 2:15:29 PM