Page 48 - PDF Compressor
P. 48
Photography di lobi mal itu. Satu jam penuh yang kuhabiskan
hanya menatap foto demi foto.
”Lo tahu nggak, Rul, ada satu foto yang bikin gue bengong
lama banget di depannya. Fotonya hitam-putih, gue sampai
hafal nama fotografernya: Zsolt Szigetváry. Hungarian. Foto
seorang laki-laki, wajahnya ketakutan, absolutely ghastly, ter-
duduk di pinggir jalan memeluk seorang laki-laki, bloody bullet
hole on his forehead. Abis ditembak, Rul. Kata caption-nya,
foto itu diambil saat gay parade di Budapest tahun 2007, dan
pasangan itu jadi salah satu korban anti-gay violence yang pe-
cah waktu itu.”
Aku menghirup teh pociku, dan Ruly masih mendengarkan-
ku dengan kopi susu Indotjina-nya.
”Buat gue, foto ini magis, Rul. Dia nggak perlu bicara,
46 nggak perlu bermusik, nggak perlu bergerak, bahkan nggak
perlu berwarna, just a piece of silent photograph, but it speaks
to me. Kayak elo tiba-tiba ditarik sama lubang hitam, masuk
ke peristiwa itu, berada di tengah-tengah mereka, dan ikut
merasakan ketakutan mereka. I just love how a simple picture
could tell a long, complicated story. Waktu itu gue langsung mi-
kir: fuck new shoes, I’m getting a camera instead.”
Ruly tertawa. ”Nice words, Key.”
”So you see, if you ask me if I’m happy with my job right
now, well... This is just something I do in between weekends,
Rul. Ini cuma sesuatu yang harus gue lakukan. To afford these
shoes, this camera, this handbag, this watch. Kalau boleh memi-
lih, gue cuma ingin jalan-jalan keliling Indonesia, keliling du-
nia, and do nothing but take pictures.”
Aku membiarkan detik-detik berikutnya diisi hanya kehe-
ningan di antara aku dan dia. Not an awkward silence. Tapi
Isi-antologi.indd 46 7/29/2011 2:15:15 PM