Page 49 - PDF Compressor
P. 49
hanya aku menatap tehku, dan dia menatap cangkir kopinya.
Dan suara percakapan pasangan di sebelah meja kami.
Sampai dia akhirnya memecah keheningan dengan suaranya
yang berat dan dalam.
”Gue cuma ingin jadi atlet, Key.”
Aku mengangkat kepalaku, kaget.
”Elo tahu kenapa gue suka sepakbola? Karena dalam bola,
peraturannya jelas: elo bawa bola, elo tendang, kipernya nggak
bisa nangkap, elo dapat skor. Kalau mau jadi pemain bagus,
elo harus rajin latihan, pintar baca strategi, kerja samanya ja-
lan sama teman-teman satu tim elo, kompak, dan main spor-
tif. Olahraga itu sederhana banget, Key. Lo akan selalu dapat
reward yang jelas dari effort yang elo lakukan. Kalau elo main
bagus, ya bagus. Kalau elo main jelek, akan selalu ada pemain
lain yang ngantre untuk gantiin lo. Kalau lo main curang, ha- 47
rus selalu siap terima konsekuensinya dengan dikasih kartu
kuning atau kartu merah. Dan nggak ada yang ngalahin pera-
saan ketika lo akhirnya bisa mencetak gol. Dahsyat rasanya,
Key. Segala keringat, napas yang ngos-ngosan, kaki yang udah
pegal setengah mampus, semuanya nggak ada artinya begitu
bola masuk gawang.”
Aku hanya bisa menatapnya. Terdiam menatap kedua mata
Ruly yang berkilat-kilat. Aku belum pernah mendengarnya
bicara tentang dirinya sendiri. Aku belum pernah mendengar-
nya bicara sepanjang ini.
”Kalau lo nanya gue, apakah gue puas dengan pekerjaan gue
sekarang, mungkin jawabannya sama dengan elo, Key. Ini cuma
sesuatu yang harus gue lakukan. Gue nggak bisa seperti Tiger
Woods yang bisa latihan dengan 4.000 bola satu hari, karena
nggak ada sponsor sekelas Nike yang bayarin dan ngurusin
pretelan-pretelan gue di saat gue hanya perlu mikirin satu hal:
Isi-antologi.indd 47 7/29/2011 2:15:15 PM