Page 59 - PDF Compressor
P. 59
”Gue bilangin juga ini kantor, nggak percaya lo.”
”Yeah, right, and I’m the pope,” dia tertawa lagi.
Shit, I need to fix this reputation. Mungkin gue belum siap
untuk berlutut mengemis cinta dia—gue mau menghafal lagu-
lagu Celine Dion dulu—tapi dia perlu tahu dari sekarang
kalau buat gue, semua perempuan lain itu udah nggak penting
lagi.
”Gue lihat foto-fotonya dong,” celetuk gue menunjuk kame-
ra Keara, mengalihkan pembicaraan.
Keara menyodorkan Canon-nya ke gue. ”Tahu kan mencet-
nya yang mana?”
Gue mengangguk.
Yang gue tahu tentang fotografi cuma tiga: satu, fotografer-
nya Playboy dan Maxim itu lucky bastards semua to make a
living by taking naked pictures of hot girls; dua, gue selalu gan- 57
teng luar biasa kalau difoto—ini fakta, buang napas aja kalau
elo pada protes; dan tiga, ini hobi kecintaan Keara sejak dia
kecil. Dan gue harus bilang, setelah melihat foto-foto karyanya
di kamera yang gue pegang sekarang, she’s really good. Cinta
gue ini memang seperti Midas: everything that she touches
turns into gold. Gue aja yang masih manusia biasa begini kare-
na belum pernah disentuh sama dia.
Gue menoleh ke kiri, Keara kembali masuk ke bubble pikir-
annya. Mikirin apa sih anak ini. Telinganya sebelah disumbat
earphone, tatapan matanya kosong ke arah danau di depan
gue dan dia. Mukanya masih merah, dan peluhnya mengalir
deras di dahi dan pipi. Gue belum pernah melihatnya secantik
dan se-glowing ini. Malam-malam dia dress up habis-habisan
buat acara clubbing atau wine-wine solution-nya kami nggak
ada apa-apanya dibanding hari ini.
”Key.”
Isi-antologi.indd 57 7/29/2011 2:15:16 PM