Page 73 - PDF Compressor
P. 73
”Ruly teman lo itu?”
Ruly sahabatku itu. Yang sepuluh jam sebelum pukul satu
pagi, menjemput aku dan Harris yang mabuk berat di
Balcony sampai kami tidak bisa menyetir sendiri. Satu malam
wine-wine solution kami yang got too far karena aku berusaha
menghapus kebodohanku berhubungan kembali dengan Enzo.
Semua bayangan tentang malam itu hanya titik-titik pasir
seperti TV tanpa siaran setelah gelas kelima vodka martini.
Yang kuingat jelas sampai detik ini adalah ketika aku terba-
ngun di tempat tidurku jam lima pagi, terhuyung dengan
kepala dan telinga mendengung seolah-olah ada lima puluh
construction worker sedang mengebor bersamaan, adalah Ruly.
Di ruang tamu apartemenku. Sholat subuh. Sendiri.
Yang kuingat dia sujud. Duduk. Menoleh ke kanan meng-
ucapkan salam, kemudian ke kiri. Tersenyum ke arahku ketika 71
dia melihatku sedang berdiri bengong menatapnya.
”Hei, udah mendingan?” sapanya waktu itu.
”Elo di sini?” jawabku masih bengong.
”Sori, gue cuma nggak enak ninggalin elo sendiri di sini
dalam keadaan seperti ini.” Dia berdiri.
”It’s okay, Rul…,” aku mencoba berjalan ke arahnya, namun
ruangan itu serasa berputar.
Ruly sigap menangkap tubuhku. ”Elo nggak pa-pa?”
”Pusing banget.”
”Ya udah, baringan dulu deh.” Dia menggiringku ke sofa.
Tempat aku berbaring memejamkan mata sampai indra pen-
ciumanku digoda harumnya kopi panas dua atau tiga menit
kemudian. Ruly duduk di pinggir sofa, menyodorkan mug.
”Kopi, Key?”
”Thanks ya.”
Isi-antologi.indd 71 7/29/2011 2:15:17 PM