Page 72 - PDF Compressor
P. 72

gendang telingaku, harusnya aku bahkan tidak bisa mendengar
               suara di kepalaku sendiri.
                  But I do, Rul, and they’re telling me stories about you.
                  Cerita satu malam dua tahun sepuluh bulan yang lalu. Ter-
               kadang aku merasa memang benar-benar dianugerahi photogra-
               phic memory karena bisa mengingat detik demi detik kejadian
               subuh  itu  sampai  sekarang.  Anugerah  yang  seharusnya  bisa
               kupakai untuk melalui sekolah kedokteran segampang mem-
               balikkan telapak tangan, pardon  my  arrogance. But  what  does
               this gift give me instead, Rul? Fucking misery. Kalau aku hanya
               perempuan tolol yang bahkan tidak bisa mengingat Habibie
               itu  presiden  Indonesia  yang  keberapa,  Liem  Swie  King  itu
               perempuan  atau  laki-laki,  atau  kepanjangan  PSPB  itu  apa,
               mungkin ini akan jauh lebih gampang.
                  ”I  think  I’m  in  love,  Din,”  kataku  pada  Dinda  hanya  lima
          70
               jam setelah kejadian subuh itu.
                  Dinda tentu saja dengan sarkastiknya mencetus, ”Sama sia-
               pa lagi kali ini? Enzo lagi? Elo nggak menelepon gue mahal-
               mahal begini ke Sydney cuma untuk bilang elo mau mendaf-
               tar arisan  ibu-ibu muda  yang  tagline-nya ’nggak pa-pa isinya
               berceceran ke mana-mana asal botolnya pulang’, kan?”
                  ”Setan, elo dan bibir elo itu, ya. Dengerin gue dulu, kali.”
                  ”Keara, gue mau ngomong apa lagi setelah minggu lalu elo
               tiba-tiba  menelepon  gue  pagi-pagi  buta  setelah  satu  malam
               bersama Enzo brengsek elo itu? Enam bulan elo berhasil lepas
               dari  dia  dan  satu  malam  elo—how  did  you  say  it—khilaf?”
               Dinda merepet panjang-lebar di telepon.
                  ”Ini Ruly, Din.”
                  ”…gila elo emang ya, udah deh, elo nggak usah lagi angkat-
               angkat telepon si playboy kampungan itu… eh siapa?”
                  ”Ruly.”








        Isi-antologi.indd   70                                       7/29/2011   2:15:17 PM
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77