Page 168 - 9 dari Nadira
P. 168
l:i eilo §. Chudori
tertawa.
"Akhirnya ... Akhirnya ... blep ... Sayatonjok mukanya .. ."
Mereka tertawa begitu seru, seolah sebuah sekrup da
lam o t o t bibir Nadira dan Niko sudah dol.
Sejak pertemuan itulah Nadira menjadi pengunjung
tetap kantor Nik o , Lembaga Survei Ekonomi Nusantara. D i
perpustakaannya, Nadira hanya akan meminjam salah satu
buku untuk sekadar dibuka-buka; Niko akan menyelesaikan
rapat dengan stafnya, lalu mereka pergi menyusuri pori-pori
Jakarta. Mie ayam di Petak I X , s o p kambing di Petamburan,
nasi goreng kambing di Kebon Sirih, buku bekas di Pasar
Senen, pementasan drama Teater Koma, dan pembacaan sa
jak di Taman Ismail Marzuki.
D i suatu malam, di tahun 1995, empat tahun setelah
kematian ibu Nadira, Niko menggenggam tangan Nadira
begitu erat dan dia membisikkan sebait puisi. "Sajak I bunda"
karya Rendra:
"Mengingat ibu
Aku melihat a n j i baik kehidupan.
j
Mendengar suara i b u ,
Aku percaya akan kebaikan hati manusia
Meli hat photo i b u ,
Aku mewarisi naluri kejadian a/am sem es t a ... N
Nadira menatap Niko. Jantungnya kembali berloncatan
kian kemari dan hampir saja keluar melesat dari dadanya.
Dan empat tahun setelah kematian ibunya itu, dunia Nadira
yang kelabu perlahan berwarna merah jambu.
***
161