Page 167 - 9 dari Nadira
P. 167
Ciuman 'f erpanjang
Niko mengangguk. D i a terdiam lama karena tertarik
pada sepasang mata Nadira yang bening seperti Danau
Maninjau. D i a membayangkan betapa se j uknya terjun ke
dalam danau itu.
• Jadi kamu sekarang meliput apa?"
"Saya sedang tertarik dengan hukum dan kriminalitas."
Niko mengangguk, "Saya baca wawancaramu dengan
Bapak X, sangat tajam!"
·o ya?"
I ni bukan pertanyaan yang meragukan ucapan N i k o,
tetapi pernyataan senang. Nadira s e ndiri terkejut oleh
ucapannya sendiri.
"Ya ... , wawancaramu itu menjadi diskusi banyak orang,
termasuk kawan-kawan di kantor saya."
Baru kali ini Nadira mulai merasa bisa tersenyum kem
bali setelah bertahun-tahun bibirnya digembok oleh kepe
dihan. Pujian Niko terasa sebagai sebuah perhatian yang tu
lus pada hasil pekerjaannya.
"Sebetulnya ada insiden sesudah wawancara itu," kata
Nadira.
"Oh ya ... ?" Niko tampak tertarik sekali, "I nsiden apa?"
Nadira tak langsung menjawab. D i a baru mengenal
Niko beberapa detik, dan jika dia memberitahu insiden
yang memalukan itu, Niko akan segera menghakimi Nadira
sebagai perempuan yang emosional, yang tidak bisa me
nahan diri. Tetapi ada sesuatu di dalam matanya yang mem
buat jantung Nadira berloncatan kian kemari.
"Saya tonjok dia!"
Niko tertawa terbahak-bahak, terurai-urai begitu pan
jang hingga Nadira bisa melihat air mata yang menyembul
di ujung matanya. Bunyi gelegak tawa itu begitu menular,
sehingga Nadira akhirnya ikut tertawa terkikik-kikik.
"Dia ... terlalu tahu situasi hati saya," Nadira masih
160