Page 166 - 9 dari Nadira
P. 166
beilo §. Chudori
Nadira mendengar tepukan tangan yang keras. Artinya
pembacaan puisi sudah selesai. Nadira melangkah keluar.
Oh, ini pasti teras yang disebut-sebut Tara sebagai teras
terindah, tempat dia ngobrol tentang politik dan ekonomi
dengan Niko Yuliar. Terasitu terletak di lantai dua bangunan
rumah Niko, di luar perpustakaan. Nadira melihat dua buah
kursi yang terbuat dari rotan dengan bantal-bantal yang
empuk dan sebuah so f a gantung yang seolah menyambut
semilir angin malam. Nadira melangkah perlahan sembari
menenteng buku Amartya Sen dan mencoba memutuskan
kursi mana yang akan didudukinya.
"Sofa gantung itu enak sekali, kunamakan dia s o f a
bulan sabit .. :
Jantung Nadira meloncat. Niko Yu liar sudah berada di
belakangnya. Tersenyum.
"Hai. . ., kamu pasti Nadiriadari Tera ... "
"Ya, sori, saya lancang naik ke sini. .. Mas Tara bilang
teras perpustakaan Anda nyaman sekali."
Niko tersenyum dan mempersilakan duduk. Nadira
akhirnya duduk di so f a itu dan berayun-ayun. Niko duduk
di hadapannya.
"Tara dan Andara rnencari-cari kamu. Mereka di
bawah .. ."
"Oh, kalau begitu ... "
"Ah, mereka sudah dewasa ... Ngapain ambil Amartya
Sen?" Niko rnenunjuk buku yangtengah digenggam Nadira.
"Oh, curna mau baca saja s e dikit. Mas Tara pernah rne
wawancarai beliau di I nggris. Saya jarang membaca buku
buku ekonomi. Tapi Mas Tara rnenjelaskan begitu menarik,
jadi saya tertarik rnembacanya."
Niko mengangguk, "Saya ada beberapa buku karya dia
kalau mau pinjam."
i
"Oh, biar saya baca n i dulu saja."
1§9