Page 214 - 9 dari Nadira
P. 214
beila .§. Chudori
alkoholnya mendadak menguap, atau mungkin saja dia
terlalu tegang melihat Nadira-yang sudah mau kawin itu
yang mendadak muncul di hadapannya.
Aku merasaini saatyang palingtepat untuk menyingkir.
Barangkali saja Tara ingin mengucapkan "Selamat jalan,
Sayang ... Ku selalu rindu padamu" atau semacam itulah.
Tetapi Tara malah menahan tanganku. Tepatnya, dia
mencengkeram pergelangan tanganku seperti seorang
anak TK yang mencengkeram tangan ibunya yang mau
meninggalkan dia pada hari pertama sekolah.
"Mas ... ; Nadira malah ikut duduk di sofa tanpa di
undang. Aku bisa merasakan tubuh Tara semakin tegang.
Tangannya semakin mencengkeram pergelangan tanganku
dan aku mencoba menahan rasa sakit. Mudah-mudahan da
rahku bisa mengalir dengan lancar.
"Biarpun nanti saya cuti, kalau Mas Tara perlu saya ka
lau ada yang sangat penting. panggil saya, Mas. Kita kan se
dang kekurangan reporter."
"Oh, jangan, cutimu tidak boleh diganggu. Reporter
lain banyak. N i k mati saja l i b uranmu," Tara mengucapkan
itu sembari menelan ludah.
"M as .... •
?"
"Y a .....
Aku berdiri, inilah momen "Selamat jalan, Sayang" itu.
Aku harus meninggalkan meireka. Kali ini Tara tidak meng
halangiku. Aku menggumam, pura-pura ada sesuatu yang
perlu kuselesaikan. Tampaknya mereka tak peduli. Tapi aku
sengaja membuat kopi di pantry yang letaknya hanya bebe
rapa meter dari lobi majalah Tera. Aku bisa mendengar per
cakapan mereka dengan jelas.
.
"Aku ingin tanya, Mas .. Kenapa banyak sekali orang
N
yang tidak berbahagia aku menikah dengan i k o?"
207