Page 209 - 9 dari Nadira
P. 209

Sebiloh Pisou





                      "Pak G cuma memberikan  buku tentang Anne Sexton.
                Penyair yang bun uh diri; katanya sembari mengunyah,
                      "Kenapa kamu memanggil dia Pak G?" tanyaku heran.

                      Nadir a mengerutkan kening, "Mau menyebut dia 'Mas',
                terlalu  aneh. Saya  mengenal  dia sejak kecil. Kawan  Ayah.
                Mau menyebut dia 'Om', juga aneh. l n i   kan kantor,  bukan

                                                            .
                rumah. Ya, saya panggil Pak G  saja .. "
                      Dia mengunyah apelnya dengan semangat. "Mau, Mas?"
                dia menyodorkan apel hijau yang sudah digigitnya itu. Aku

                hanya memandang gigitan apel itu ... , besar sekali.





















                      ·1 bu selalu bilang agar saya makan apel s e tiap hari, ka­
                rena wartawan seringtidur larut malam, dan perlu buah dan
                madu," katanya terus mengunyah karena aku tak menyam­

                but apel yang sudah digigit itu.
                      "Nadira .. ."
                      "Ya ... ,·  dia tetap menggerogoti apel hijau itu.

                      Aku tak  bisa menumpahlkan kekhawatiranku.  Nadira
                tampak terserap  betul  oleh  nikmatnya  sebuah  apel;  atau
                tepatnya:  Nadira terserap oleh dunianya s e ndiri. Biar ada

                1.000 burung nazar yang beterbangan di atas j iwanya yang
                sudah  rapuh  itu,  Nadira akan  lebih  sibuk  meniupkan  ke­
                kuatannya untuk bangun dan berdiri.

                      "Kenapa,  Mas?"  dia menjenguk jam tangannya,  "Aku
                harus ketemu  Mas Tara, aku  mau dihukum ... H e   he he .. ."


                                                   202
   204   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214