Page 204 - 9 dari Nadira
P. 204

beila ,§.  Chudori





                 sibukanku  melukis untuk  sampul  depan  laporan  utama,
                 Nadir  a tiba-tiba saja sudah meluna.ir ke hadapanku dengan

                 w a j ah  kemerah-merahan,  rambut  berantakan,  dan  tubuh
                                              D
                 yang dibanjur keringat.  i a   menatapku dengan mata berair,
                 bukan  karena ditimpa kesedihan.  Mata  itu  memancarkan

                 kemarahan.
                       Untuk  15  menit  pertama,  karena  aku  belum  paham

                 apa yang terjadi,  aku  menghubungi  Tara  melalui  telepon
                  di  mejanya. Tara hanya mernberikan penjelasan versi ring­
                 kas:  Nadira  ditugaskan  mewawancarai  Bapak  X,  seorang

                 psikiater yang dituduh membunuh se j umlah perempuan pa­
                 ruh baya.  Pada akhir wawancara (atau tepatnya di tengah

                 wawancara),  Nadira menonjoknya. Aku tak tahu apa yang
                 t er jadi. Tarajugabelumtahu rincian kisahnya, karena"Aku

                 a.ima mendapat telepon dari  Pak Ray dan Nadira langsung
                 ke lantai delapan dengan w a j ah yang sangat marah. Aku me­
                 nyangka dia ingin menemui Mas G."

                       "Tidak.  D i a   ada di  sini  sekarang,  di  mejaku;  kataku
                 berbisik sambil melirik Nadira yang sedang mengusap-usap

                 kepalan tangannya.
                       "Kris, tolong temani  dia dulu. Anak-anak  redaksi  se­
                 dang ramai membicarakan dia di sini. Aku sedang mencoba

                 menghalau gerombolan  burung nazar  ini. Aku juga harus
                 mengurus  keluhan  dari  pengacara  Bapak  x;  kata  Tara

                 dengan nada datar.
                       Aku menutuptelepon. Nadiratampakmenggosok-gosok
                 tangannya dengan wajah gelisah. Wajahnya basah. Aku tak

                 tahu apakah itu keringat atau air mata. Aku menyodorkan
                 tisu, tetapi Nadira tidak menyambutnya. Aku memberikan

                 segelasair putih.
                       D i a   menyodorkan kepalan tangannya, dan berkata agak
                 lantang, "Tolong buat sketsa kepalan tanganku, Mas Kris."


                                                   197
   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209