Page 203 - 9 dari Nadira
P. 203
/Debiloh �isou
mengganggu, MasG malah mendelik. Maka bubarlah sudah
perdebatan "apakah kita perlu menertibkan gembel yang
bernama Nadira dari kolong meja." Satu pelototan Mas G
sudah diterjemahkan sebagai kalimat perintah: "Biarkan dia
tidur di situ."
Akibatnya, Nadira mendapat julukan "penjaga kolong
meja Tera". D i a tak peduli, atau mungkin tak mendengar
bisik-bisik itu.
Terkadang aku sengaja berjalan melalui mejanya,
dengan wajah sibuk.
Aku bertingkah seolah-olah aku tengah menghampiri
meja Yosrizal atau meja Tara. Tetapi sebetulnya aku cuma
ingin melirik ke arah meja N a dira, dan memeriksa, siapa
tahu kaki yang terbungkus sepatu kets itu tidak menjulur
keluar. Siapatahu, karena sebuah keajaiban, kolong meja itu
sudah kosong dan dia sudah hidup normal seperti manusia
lainnya: tidur di atas tempat tidurnya di rumah.
Tetapi setiap kali aku tertipu. Setiap kali aku menyangka
kolong m e j a itu kosong dan bersih, pada detik itu pula
kaki berbungkus sepatu kets merah pudar itu muncul
seketika. Tung! Kaki yang dibungkus sepatu kets brodol itu
mengejekku dan mengatakan, "I ni rumahku!"
"Masih. D i a masih seperti gembel. Mau menggambar
lagi?"
Andara tersenyum. Lalu terbahak-bahak meninggalkanku.
***
Nadira duduk di hadapanku mengusap-usap tangannya.
Lantai tujuh tengah heboh karena Nadira baru saja menon
jok salah satu sumbernya, Bapak X, seorang psikiater yang
saat ini sedang ditahan polisi. Aku tak tahu per sis apa yang
terjadi dalam wawancara itu. Yang aku tahu, di tengah ke-
196