Page 200 - 9 dari Nadira
P. 200
beila .§). Chudori
tujuh, maka sekitar empat atau lima orang akan segera me
rubungnya seperti s e g e rombolan laron yang lengket dengan
lampu neon. Mereka akan meminta pendapatnya, men
coba ikut masuk dalam i ngkaran diskusinya, atau bahkan
l
sekadar menatapnya dengan penuh kekaguman. Kadang
kadang, aku turun ke lantai tujuh untuk menemui Tara,
dan dari jauh kulihat Nadira tetap saja bergelung di kolong
mejanya. Tak peduli dengan ge j olak dunia, apalagi sekadar
kehadiran MasG.
Suatu kali Mas G ikut melongok ke kolong meja. Serta
merta Nadira melonjak seperti seorang prajurit yang keta
huan tengah mengorek kutilnya.
"Siap, Pak .... "
Mas G terlihat iba melihat wajah pucat Nadira. Tetapi
mungkin dia tahu Nadira tak ingin dikasihani.
"Betah ya, tidur di kolong?" Mas G berusaha bertanya
dengan nada yang sangat biasa. Datar.
"N gng .... •
" N a nti mampir ke ruang'an saya ya, D ira."
Nadira mengangguk den1gan wajah tegang.
MasG hanya menepuk bahunya dan meninggalkan me
j a Nadira diikuti empat-lima orang penggemarnya. "Peng
gemar", maksudku ya itu tadi, orang-orang yang selalu ber
upaya menyenang-nyenangkan dia. Aku yakin setiap kantor
memiliki spesies semacam itu.
Pada saat itulah Nadira baru melihat ada memo dan
sketsa yang kuletakkan tadi pagi. Dia membacanya dan nam
pak menatap sketsa itu. Dan entah bagaimana, dia seperti
mengetahui bahwa aku memperhatikan dari jauh. Nadira
menoleh. Ada sedikit senyum di ujung bibirnya. Matanya
mengucapkan terimakasih.
***
19Ci