Page 197 - 9 dari Nadira
P. 197
Sebiloh �isou
D
Aku memberinya isyarat untuk duduk. i a duduk dan
kembali memangku kameranya. Bel um pernah kulihat mata
nya redup seperti itu.
• Aku tidak menyangka aku akan jatuh cinta pada
pekerjaan ini," tiba-tiba sa j a dia nyerocos. Aku belum
pernah mendengar Nadira mengucapkan kalimat sepanjang
itu. Astaga.
"ltu pertanda bagus kan?" kataku seadanya.
"Ngng ... mungkin tidak. Karena sekali aku jatuh cinta,
aku bisa jadi obsesif, terlalu konsentrasi pada satu hal. Pada
hal yang kucintai."
"Lo, itu bagus dong,· kali ini aku berkata dengan tulus.
"Untuk kantor ini, ya bagus. Tapi untuk kehidupan so
sialku, ini hal yang buruk. Aku jadi tidak pernah nonton,
mulai sulit mencari waktu membaca, apalagi mengutak-atik
cerita pendekku."
Oh, panjangnya kalimat itu. Apa dia pernah berbicara
sebanyak ini dengan Tara?
"Kamu terganggu dengan sikap beberapa reporter?"
"Sama sekali tidak, Mas. Kita semua perlu dikritik."
nada bicara Nadira terdengar jujur.
"Kritik mereka lebih bernada politis .... " kataku dengan
nada datar.
D
Nadira diam. i a malah berdiri dan menghampiri me
jaku. Tiba-tiba matanya membelalak. Matanya berpindah
dari satu gambar k e gambar lain. Semuanya, oh hampir se
mua lembar sketsaku menggambarkan Nadira atau kegiatan
Nadira. Kakinya. Wajahnya. Matanya.
Gila. Aku lupa menyimpannya. Membuangnya. Menyem
D
bunyikannya. Sinting. i a pasti menyangka aku seorang peng
intip kehidupan pribadinya.
190