Page 194 - 9 dari Nadira
P. 194

beila /;).  Chudori



















                          � '�tti:P



                     P o r si   nasi perempuan lain            Porsi nasi Nadira



                       Ketika Nadira sudah mengambil lauk dan meletakkan­
                  nya di  gunung nasinya itu,  dl i a   permisi dan duduk di  meja
                 kerjanya di antara lautan cubide reporter yang lain. Kami

                 tak banyak berinteraksi setelah pertemuan pertama, karena
                  urusanku  lebih  banyak  dengan  ilustrasi  dan  desain.  Para

                  desainer dan ilustrator berkantor di lantai delapan, sedang­
                 kan redaksi ditempatkan di lantai tujuh kantor kami. Tetapi
                 aku tak pernah sabar men anti setiap Jumat dan Sabtu malam

                 untuk antre bersama mengambil makanan yang disediakan
                 kantor. S e t iap kali antre, aku selalu berusaha berdiri di bela­

                 kang Nadira.
                       Tidak sukar juga melihat ada beberapa lelaki yang sejak
                 awal mencoba meringkusperhatian Nadira. Tetapi yang pa­

                 ling nyata adalah tingkah laku Tara. Sebetulnya Tara, seperti
                 juga diriku, bukan lelaki yang ekspresif.

                       Tetapi  karena dia tidak ekspresif,  maka kami melihat
                 sebuah  perbedaan  ketika Tara menawarkan  Nadira untuk
                 minum teh hangat saat Jakarta dihajar hujan; atau memper­

                 hatikan riset apa yang dibutuhkan sang reporter dalam se­
                 buah laporan utama; atau kecenderungan Tara untuk lebih

                 gemar  mengecek kelompok reporter  yang duduk di dekat
                 jendela (dekat meja Nadira)  dibanding kelompok reporter


                                                   187
   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199