Page 210 - 9 dari Nadira
P. 210

beila ,§.  Chudori





                 D i a   terkekeh.  H a nya beberapa detik,  Nadira terlihat lelah
                 dan tua. D i a   berhenti mengunyah dan menyenderkan tubuh­
                 nya ke kaki meja. Lalu dia menggumamkan lagu "My S w e e t

                 Lord" perlahan dan berulang, seperti sebuah mantra. H I  really
                  want to see Y o u / I   really want to b e   with Y o u  ... •
                       ltu lagu yang menggetarkan dari penyanyi dan pencipta

                 lagu  paling jenius di dunia ini: George Harrison. Akhirnya
                 aku ikut menggumamkan lirik lagu itu, dan baru menyadari
                 repetisi kalimat keinginan untuk melihat-Nya. Aku baru tahu,

                 Nadira mengucapkannya seperti sebuah mantra.
                       Apel itu sudah tinggal gelondong. Nadira memejamkan
                                                                          D
                 matanya sembari terus meny.anyikan lagu itu.  i   sudut ma­
                 tanya, aku melihat sebutir air yang menyembul.

                                                    ***


                       " D i   Salemba Bluntas, kerjaku cu ma main-main ... Kakak­
                 kakak dan semua sepupuku tertib belajar membaca Quran,

                 aku  malah  membuat  kemah  di  atas tempat  tidur  meng­
                 gunakan  kelambu  Kakek  dan  Nenek ... ,"  Nadira  bercerita
                 sambil memandang langit Jakarta yang hitam karena polusi.
                 Kami tengah duduk di atas rooftop lantai sembilan.

                       "lbu jarang ikut salat jamaah, dia cuma duduk di be­
                 lakang dan aku tidur-tiduran d i   pangkuan  I bu. Waktu itu
                 aku masih lima atau enam tahun. Dan sumpah, aku masih

                 ingat  apa yang  dibisikkan  I bu ... ;  Nadira tersenyum.  Dia
                 membisikkan kalimat-kalimat zikir itu. Yang rupanya mem­
                 buat Nadira lebih tenang. Barangkali.

                       Aku  tidak  bisa  memberikan  reaksi  apa-apa,  kecuali
                 menawarkan  rokok.  Tentu  saja  dia  menolak.  Lalu  aku
                 mengisap sebatang sembari ikut melihat langit Jakarta yang

                 begitu kusam seperti air got.
                       "Aku  sering  membayangkan,  ibuku  bersama  orang­
                 orang hebat  yang  sudah  meninggal  itu  mungkin  sedang
   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214   215