Page 220 - 9 dari Nadira
P. 220
'Utaro. Ba�u
mertua. Tetapi hingga kini, dia menjadi pusat kegelisahan
sang ibu, karena masih belum juga mau membuhulkan hu
bungannya dengan perempuan manapun.
Aryati dan Triyanto Abimanyu tahu betul, jika bocah
lanang kesayangan mereka itu belum kunjung mendapat
jodoh, pastilah bukan karena Utara Bayu tidak laku. D i a
sangat laku keras. Tetapi. ..
I nil ah yang menjadi topik pembicaraan khusus pagi
itu, ketika Aryati Abimanyu tengah menghirup sisa jamu
dan Triyanto mengupastelur setengah matangnya.
"Saya betul-betul tak mengerti, Mas ... "
"Hmmm?" Triyanto membaca halaman depan koran
pagi itu dan menggeleng-gelengkan kepala, "Ndak tega
aku, biar bagaimana beliau ini Presiden, orang tua ... ,"
Triyanto memperlihatkan foto hari-hari akhir Presiden
Abdurrahman Wahid di istana yang tengah melambaikan
D
tangan perpisahan. i a akhirnya digantikan oleh Megawati
Soekarnoputri.
Aryati hanya memperhatikan sebentar, lalu mengge
rutu, "lya, gara-gara sibuk mondar-mandir ke istana, Tara
tidak sempat datang ke pesta barbequetempo hari, Mas .. ."
"Ya, namanya wartawan ... Mata Triyanto masih ter-
"
,
paku pada foto itu.
Aryati menghela n a f a s, "Lalu bagaimana so a l Tara, Mas?"
"Hmmm ... Tara kenapa?"
Aryati masuk ke persneling dua. Suaranya mulai me
ninggi. "Mas, dia belum juga punya calon ... •
Triyanto hanya menggumam dan membuka halaman
kedua koran itu "Mungkin hatinya masih tertambat pada
gadis itu ... , teman sekantornya itu ... Nadia ... , Nadina .. ."
"Ooooo ... " Aryati Abimanyu hampir tersedak; sejumput
,
jamu pahit itu hampir saja masuk ke hidungnya. Nama itu
selalu membuat jantungnya berdebar-debar.
214