Page 62 - 9 dari Nadira
P. 62
l:ieilo g,. Chudori
oleh cahaya yang berkilau-kilau yang terpancar dari keris
itu. Gerakan Ken Arok berputar dengan satu kaki, diiringi
gamelan yang riuh-rendah itu menggelegak. Ken Arok tiba
pada kesadaran: keris itu adalah sebuah jalan menuju ke
besarannya.
Nadira menyaksikan itu semua dengan dada bergetar.
Gilang mengangkat tangannya, gamelan berhenti. Para pe
nari berhenti.
"Kita istirahat dulu, kembali lagi setelah makan siang .. "
.
Gilang mendekati Nadir a yang sedang mencatat semua
latihan dan wawancara dengan penari yang dilakukan se
belumnya. Gilang mengeluarkan rokok dan menyalakan
api, tersenyum melihat Nadira tampak bergairah setelah
menyaksikan sebagian ciptaannya.
"MasSapto luar biasa, Mas .. ." Nadira masih memberes
bereskan notes, kamera, dan alat perekam. Gilang ter
senyum, dia menarik tangan Nadir a, " A y o , ikut..."
Nadira tercengang, tapi juga ingin tahu, terpontal
pontal menggeret ranselnya mengikuti Gilangyangsetengah
berlari menyeberang studionya. Gilang berhenti duduk d i
hadapan rak berisi tape recorder besar lengkap dengan
sound sy s t em . D i a menyalakannya.
" D e ngar .. ."
Terdengar bunyi sitar lamat-lamat menge!uarkan nada
pentatonik: nglangut, mengusap-usap hati yang penuh rin
du. Nadira mendengarkan dengan lekat.
" l n i musik untuk adegan pertemuan Ken Dedes dan
Ken Arok ... ; kata Gilang perlahan mendekat. Nadira tak
menyadari betapa dekat wajah Gilang dengan wajahnya.
I a memejamkan mata mendengarkan petikan sitar itu dan
membayangkan tubuh Ken Dedes disiram cahaya bulan.
Tiba-tiba, dia merasakan nafas aroma tembakau yang